Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Kebijakan Presiden Joko Widodo melarang penyampaian anggaran di satuan tiga ke DPR menuai kontroversi. Meskipun kewenangan pemerintah sangat luas dalam perencanaan anggaran, pemerintah tetap berkewajiban menjalankan prinsip transparansi dan akuntabilitas APBN.
"Memang larangan ada larangan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membahasnya, tapi dokumen-dokumen satuan tiga harus diberikan ke DPR untuk menjalankan fungsi pengawasan," kata Uchok Sky Khadafi, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) ke KONTAN, Rabu (11/5).
Menurut dia, pemerintah tidak bisa merasa bebas dari pengawasan DPR RI soal perencanaan dan pelaksanaan anggaran. Sebab, dokumen satuan tiga merupakan hak dewan untuk mengetahui dan kemudian melaksanan pengawasan pelaksanaannya.
"Pernyataan Jokowi seperti ketakutan akan pengawasan DPR RI. Seharusnya, ia justru menginstruksikan kementerian untuk memberikan dokumen-dokumen satuan tiga," kata dia.
Terkait dengan potensi korupsi, Ucok bilang, hal tersebut bisa terjadi karena pejabat pemerintah yang lemah terhadap tawaran kongkalikong dari oknum dewan untuk menjalankan proyek. "Penanggung jawab budget kan di eksekutif, jadi kalau ada anggita dewan minta ya jangan diberikan," ujarnya.
Ia menambahkan, meskipun saat ini pembahasan satuan tiga menjadi kewenangan pemerintah, untuk menjaga akuntabilitas dan transparansi, pemerintah seharusnya juga membuka kemudahan kepada publik untuk bisa memantau dan mengawasinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News