Reporter: Siti Masitoh | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk memangkas target penerbitan surat berharga negara (SBN), dan memilih meningkatkan target pinjaman untuk memenuhi kebutuhan belanja dalam negeri. Hal ini dinilai sebagai salah satu langkah yang cukup efisien untuk menjaga stabilitas keuangan.
Dalam APBN 2024, pinjaman hanya ditargetkan sebesar Rp 18,4 triliun, namun target tersebut naik menjadi Rp 101,3 triliun. Sementara itu, target penerbitan SBN justru turun, dari semula sebesar Rp 666,4 triliun menjadi Rp 451,9 triliun.
Senior Ekonom Bank Permata, Faisal Rachman menilai, dibandingkan dengan mengandalkan penerbitan SBN untuk menambal defisit APBN 2024, meningkatkan target pinjaman dinilai cukup efisien. Sebab, jika pemerintah mengandalkan SBN, mau tidak mau pemerintah harus meningkatkan imbal hasil untuk menarik investor.
Baca Juga: Pemerintah Pilih Opsi Tingkatkan Pinjaman dan Kurangi Penerbitkan Surat Utang
Sebagaimana diketahui, defisit APBN 2024 diperlebar menjadi 2,7% dari produk domestik bruto (PDB) atau naik dari sebelumnya sebesar 2,29% dari PDB.
“Dengan demikian, (menaikkan pinjaman) untuk pelebaran outlook defisit fiskal pada APBN 2024 yang bertujuan untuk meningkatkan peran fiskal sebagai buffer atau shock absorber, dan pendukung pertumbuhan ekonomi, akan memiliki dampak terbatas pada pasar obligasi pemerintah Indonesia dan berujung pada stabilitas pasar keuangan kita,” ungkapkan kepada Kontan, Jumat (12/7).
Adapun sumber penutupan defisit tahun ini akan berasal dari efisiensi pembiayaan non utang, serta, pemerintah akan menambah penggunaan saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp 100 triliun tahun ini sehingga total menjadi Rp 151,7 triliun.
Untuk diketahui, outlook pinjaman luar negeri sebesar Rp 101,3 triliun tersebut terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp 20,1 triliun, dan pinjaman luar negeri Rp 81,2 triliun.
Kementerian Keuangan mencatat, realisasi pinjaman hingga semester I 2024 telah mencapai 8,5 triliun, terdiri dari pinjaman dalam negeri Rp 1,9 triliun dan pinjaman luar negeri Rp 6,6 triliun.
Sebelumnya, Direktur Pinjaman dan Hibah, DJPPR Kementerian Keuangan, Dian Lestari menyampaikan, selain untuk membiayai proyek strategis, pinjaman juga digunakan untuk memenuhi pembiayaan defisit APBN.
“Pemerintah terus berupaya agar proyek-proyek yang dibiayai melalui pinjaman dapat terlaksana secara optimal, sehingga manfaat yang diperoleh masyarakat dapat maksimal,” kata Dian.
Adapun Dian memerinci, sejauh ini sudah banyak proyek prioritas nasional yang dibiayai melalui pinjaman. Di antaranya, pembangunan infrastruktur jalan tol Cisumdawu, jalan tol Medan-Kualanamu, jalan tol Solo-Kertosono, pembangunan Pelabuhan Patimban, dan MRT Jakarta.
Lalu, proyek-proyek untuk institusi pendidikan, seperti pembangunan ITB, pembangunan UGM, dan pengembangan UIN Sunan Ampel. Juga proyek-proyek untuk fasilitas kesehatan, seperti pembangunan RS Universitas Indonesia, RSAU Sutomo Pontianak, dan RSPAL Ramelan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News