Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berdasarkan hasil Sidang Kabinet Paripurna 16 Februari 2022, membahas RKP 2023, pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2023 berada pada kisaran 5,3% hingga 5,9%.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, asumsi atau target pertumbuhan dari Pemerintah pada tahun 2023 masih overshoot atau terlalu tinggi.
“Hal ini dikarenakan International Monetary Fund (IMF) sendiri masih memperkirakan terjadinya global economic slowdown atau penurunan pertumbuhan ekonomi secara global yang disebabkan oleh setidaknya 3 hal,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Kamis (17/2).
Lebih rinci Bhima menjelaskan penyebab penurunan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Pemerintah Dorong Kontribusi Perbankan Untuk Salurkan Kredit UMKM
Pertama, naiknya inflasi secara signifikan di negara maju akan dapat merembet ke negara berkembang seperti Indonesia. Akibatnya harga energi dan pangan semakin mahal dan berimbas kepada kekuatan konsumsi rumah tangga.
Kedua, pandemi ini juga menguras belanja kesehatan dan membuat mobilitas masyarakat menjadi tidak optimal, ditambah lagi saat ini masih terjadi lonjakan kasus Covid-19 varian omicron.
Ketiga, adanya gangguan rantai distribusi atau gangguan logistik. Dimana gangguan ini juga membuat biaya pengiriman bahan baku impor maupun ekspor bagi pelaku usaha di dalam negeri menjadi naik cukup signifikan karena biaya perkapalan naik tiga atau empat kali lipat.
“Ini masih berlanjut cukup lama sampai 2023. Jadi apa yang terjadi secara global kemudian dari Indonesia pertumbuhannya cukup optimis, tentu dasarnya harus dipertanyakan,” kata Bhima.
Baca Juga: Sri Mulyani: Bila Dibiarkan, Masalah Akibat Pandemi Covid-19 Jadi Luka Jangka Panjang
Begitu juga dengan stimulus-stimulus Pemerintah pun banyak dilakukan Rollover atau dilakukan pengurangan.
“Kita lihat bagaimana dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu berkurang cukup signifikan di tahun 2022 dari Rp 700-an triliun menjadi Rp 400-an triliun dan belum ada kejelasan mengenai dana PEN 2023,” katanya.
Menurutnya, jika stimulus Pemerintah tidak cukup nendang maka pemulihan ekonomi pun juga akan terhambat. Selain itu juga pada masalah ekspor.
Baca Juga: Ekspor Jepang di Bulan Januari Meleset, Defisit Neraca Perdagangan Melonjak
Jika dilihat sepanjang 2021 dan 2022 pertumbuhan ekonomi banyak disumbang oleh kenaikan harga komoditas baik batubara, sawit dan barang tambang lainnya, namun tidak menutup kemungkinan di tahun 2023 akan terjadi normalisasi dari harga komoditas.
“Sehingga sumber pertumbuhan yang berasal dari komoditas perkebunan dan pertambangan mungkin tidak bisa lagi diandalkan sebagai pemicu pemulihan ekonomi yang pertama. Itu yang harus pemerintah hati-hati," pungkasnya.
Oleh sebab itu, Bhima memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 sebesar 4,5% hingga 4,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News