Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
Begitu juga dengan stimulus-stimulus Pemerintah pun banyak dilakukan Rollover atau dilakukan pengurangan.
“Kita lihat bagaimana dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) itu berkurang cukup signifikan di tahun 2022 dari Rp 700-an triliun menjadi Rp 400-an triliun dan belum ada kejelasan mengenai dana PEN 2023,” katanya.
Menurutnya, jika stimulus Pemerintah tidak cukup nendang maka pemulihan ekonomi pun juga akan terhambat. Selain itu juga pada masalah ekspor.
Baca Juga: Ekspor Jepang di Bulan Januari Meleset, Defisit Neraca Perdagangan Melonjak
Jika dilihat sepanjang 2021 dan 2022 pertumbuhan ekonomi banyak disumbang oleh kenaikan harga komoditas baik batubara, sawit dan barang tambang lainnya, namun tidak menutup kemungkinan di tahun 2023 akan terjadi normalisasi dari harga komoditas.
“Sehingga sumber pertumbuhan yang berasal dari komoditas perkebunan dan pertambangan mungkin tidak bisa lagi diandalkan sebagai pemicu pemulihan ekonomi yang pertama. Itu yang harus pemerintah hati-hati," pungkasnya.
Oleh sebab itu, Bhima memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2023 sebesar 4,5% hingga 4,7%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News