Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) pemerintah mengalokasikan mayoritas anggaran kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Caranya dengan menggelontorkan anggaran untuk Penyertaan Modal Negara (PMN), pembayaran kompensasi, dan dana talangan untuk modal kerja.
Baca Juga: Pemerintah alokasikan Rp 34,15 triliun bagi UMKM di program pemulihan ekonomi
Selain itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, pemerintah akan menunda pembayaran dividen.
“Untuk PMN terutama fokus ke BUMN yang memang terkait Covid-19 atau terdampak besar terhadap hajat hidup orang banyak. Modalitas terakhir, menambah modal kerja untuk sektor dunia usaha,” kata Febrio dalam Konferensi Pers Program Pemulihan Ekonomi Nasional, Rabu (13/5).
Febrio menekankan prioritas dukungan Kemenkeu terhadap perusahaan pelat merah itu adalah untuk BUMN yang bergerak di sektor pangan, transportasi, keuangan, manufaktur, pariwisata, dan energi. “Kita umumkan resmi kalau sudah masuk ke Sidang Kabinet,” ujar Febrio.
Kendati begitu, Kemenkeu masih mengkaji lebih lanjut soal indikasi BUMN yang akan bangkrut, sehingga anggaran insentif yang diberikan bisa tepat sasaran.
Baca Juga: Dana Program Ekonomi Nasional terbesar mengalir lewat BUMN
“Kita kaji dulu itu secara prudent dengan Kementerian BUMN karena memang sampai saat ini masih berjalan reformasi yang dilakukan oleh Menteri BUMN Erick Thohir,” ucap Febrio.
Nah, berdasarkan data Kemenkeu yang dihimbun KONTAN rencananya sebesar Rp 149,15 triliun akan dialokasikan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Data tersebut, dihimpun KONTAN dari draf Rapat Kerja (Raker) tertutup Kemenkeu dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI), Senin (11/5). Dari total anggaran itu, akan disalurkan kepada tiga strategi menyehatkan BUMN.
Pertama, percepatan pembayaran kompensasi dan penugasan untuk BUMN sebesar Rp 94,23 triliun. Dari anggaran tersebut, BUMN yang menerimanya antara lain PT Pertamina senilai Rp 48,25 triliun, PT PLN sebanyak Rp 45,42 triliun, serta Bulog sebanyak Rp 560 miliar.
Kedua, penyertaan modal negara (PMN) sebanyak Rp 25,27 triliun untuk lima BUMN. yakni PT PLN senilai Rp 5 triliun, PT Hutama Karya (HK) sebesar Rp 11 triliun, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) sebanyak Rp 6,27 triliun, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) senilai Rp 2,5 triliun, dan PT Indonesia Tourism Development Coporation (ITCD) sebanyak Rp 500 miliar.
Baca Juga: Petrokimia Gresik kucurkan Rp 7,9 miliar untuk penanggulangan Covid-19
Ketiga, talangan modal kerja BUMN sebanyak Rp 32,65 triliun alokasinya untuk PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) senilai Rp 8,5 triliun, Perumnas sebesar Rp 650 miliar, KAI sebanyak Rp 3,5 triliun, PTPN senilai Rp 4 triliun, Bulog sejumlah Rp 13 triliun, dan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) sebanyak Rp 3 triliun.
Di sisi lain, Febrio bilang kebijakan pemerintah untuk menunda dividen BUMN lantaran pada kuartal I-2020 lalu beberapa BUMN sudah menyampaikan laporan audit keuangnnya lebih awal. Sehingga dividen tahun 2019 bisa diberikan lebih awal.
Baca Juga: Ini beberapa catatan Indef terkait program pemulihan ekonomi nasional
Catatan Kemenkeu, total setoran laba BUMN Perbankan sebesar Rp 23,98 triliun yang dilaporkan pada Maret 2020. Tiga BUMN perbankan memiliki porsi terbanyak antara lain PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI).
Setali tiga uang, makanya dalam kondisi ekonomi saat ini relaksasi penundaan dividen bakal ditunda. Namun, pemerintah juga memberikan stimulus dari Program PEN dalam rangka retrukturisasi perbankan.
Febrio menyampaikan dalam pagu program PEN menganggarkan Rp 35 triliun sebagai penempatan dana pemerintah di perbankan. Sehingga, harapannya bisa memberikan likuiditas kepada perbankan yang melakukan restrukturisasi kredit, pembiayaan, atau memberikan tambahan modal kerja.
Dalam hal ini, bak peserta harus memiliki tiga kriteria. Pertma, bank umum Indonesia, sehat, termasuk dalam kategiru 15 bank breast terbesar. Kedua, ditetapkan Mahkamah Konstitusi (MK) berdasarkan informasi Ketua DK OJK.
Baca Juga: Calon kuat bank jangkar cuma Himbara dan BCA?
Ketiga, berfungsi menyediakan dana penyangga likuiditas yang berasal dari penempatan dana pemerintah bagi bank pelaksana yang membutuhkan.
Dari sisi bank pelaksana berupa bank umum konvensional dan bank syariah, melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan dan memberikan dana pengangga likuiditas bagi BPR/BPRS dan perusahaan pembiayaan yang melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News