Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyampaikan bahwa ada peluang pengenaan cukai berpemanis dalam kemasan (MBDK) dijalankan pada tahun ini.
Kepala Seksi Potensi Cukai, Subdirektorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai DJBC Kemenkeu, Ali Winoto mengatakan, pihaknya tengah menunggu data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS) guna menjadi dasar penerapan cukai MBDK pada tahun 2024.
Namun, pungutan cukai MBDK ini baru bisa berjalan apabila pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 bisa berada di atas 5%.
"Katakanlah tahun kemarin bicara overall, pertumbuhan ekonomi bagus kalau di atas 5% itu sebenarnya lampu hijau untuk mengenakan cukai MBDK," ujar Ali dalam Webinar Bijak, dikutip Kamis (18/1).
Baca Juga: Anggaran Produktif Turun, Ekonom Pertumbuhan Ekonomi Bisa Turun hingga 0,25%
Menurutnya, tidak ada hal yang perlu dikhawatirkan dalam menerapkan cukai MBDK apabila pertumbuhan perekonomian Indonesia masih dalam kategori positif.
Senada, Kepala Subdirektorat Potensi Cukai dan Kepatuhan Pengusaha Barang Kena Cukai DJCB Kemenkeu, Aris Sudarminto, menjelaskan bahwa masih ada peluang pemerintah untuk mulai memungut cukai MBDK apabila berdasarkan data BPS pertumbuhan ekonomi 2023 masih tumbuh di atas 5%.
"Nanti coba kita lihat rilis pertumbuhan ekonomi yang biasanya muncul di awal Februari, berapa sebenarnya 2023 kemarin. Kalau patokannya masih di atas 5%, sebenarnya masih on the track untuk dijalankan," kata Aris.
Seperti yang diketahui, pemerintah telah memasukkan target cukai MBDK senilai Rp 4,39 triliun dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 76 Tahun 2023 tentang Rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Sejatinya, pemerintah juga telah memasukkan target cukai MBDK sebesar Rp 3,08 triliun dalam APBN 2023. Namun, Ali bilang, pemerintah masih belum bisa menjalankan kebijakan tersebut lantaran pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2023 yang berada di bawah 5%.
"Di kuartal III turun di bawah 5%, sehingga ketika turun di bawah 5% itu seolah menjadi wah ini wait and see dulu ini. Kemudian pemerintah sedikit agak mengerem," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News