Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah yakin posisi utang negara tahun depan masih aman di tengah potensi pelemahan nilai tukar rupiah. Bahkan, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2019, pemerintah mengklaim, utang masih terkendali meski kurs rupiah menembus Rp 18.000 per dollar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2019, pemerintah mengakomodasi risiko utang tahun depan dengan depresiasi nilai tukar rupiah hingga 35% dari nilai tukar rata-rata tahun 2018. Jika rata-rata kurs rupiah tahun ini Rp 13.973 per dollar AS, maka depresiasi hingga 35% menjadikan kurs rupiah mencapai level Rp 18.863 per dollar AS.
Pelemahan kurs rupiah yang dalam akan membuat utang pemerintah meningkat. Hanya saja, pemerintah yakin rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) masih aman di kisaran 29,5%–31% dengan potensi pergerakan di kisaran +5%.
Rasio tersebut memang melebihi batas aman 30%, namun masih di bawah 40%. Sehingga pemerintah menilai masih cukup sehat dan jauh lebih kecil dibandingkan negara tetangga, seperti Malaysia yang memiliki rasio utang mencapai 65% terhadap PDB
Pemerintah juga memperkirakan, rasio pembayaran bunga utang terhadap PDB sebesar 1,5%–2% +1% pada periode tahun 2019 hingga 2022. Lalu, rasio pembayaran bunga utang terhadap outstanding utang sebesar 5,5%–6,5% dengan kisaran sebesar +1,5%.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani mengatakan, estimasi shock akibat pelemahan rupiah hanyalah stress test yang dipakai pemerintah untuk menguji sampai berapa rasio utang akan terdampak dengan kondisi terburuk. "Ini hanya tes, tes itu mau sampai 100% juga kami bisa pakai. Artinya, kalau kami ada kondisi terburuk, itu kami siap," jelas Askolani, Senin (20/8).
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo mengatakan, kecil sekali kemungkinannya nilai tukar rupiah terdepresiasi 35%. Sebab, depresiasi yang saat ini terjadi saja hanya 7% sejak awal tahun 2018.
Kurs rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) BI perdagangan Selasa (21/8) di level Rp 14,568 per dollar AS. Nilai itu melemah 7,53% dibandingkan akhir 2017 Rp 13.548 per dollar AS.
Dalam jangka menengah setidaknya hingga 2022, Dody menilai, PDB akan tumbuh sekitar 6% atau lebih dengan inflasi yang stabil dan rendah. Adapun defisit transaksi berjalan Indonesia dalam jangka menengah akan rendah. Ini akan jadi daya tarik bagi investor asing untuk membawa Foreign Direct Investment (FDI) ke Indonesia.
Rupiah juga bakal menguat dan stabil. "Jangka menengah kondisi global relatif lebih stabil dengan growth membaik, volatilitas pasar keuangan lebih stabil," ungkap Dody.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News