Reporter: Irma Yani | Editor: Edy Can
JAKARTA. Pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun ini. Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, pemerintah akan menaikkan target pertumbuhan ekonomi dari 6,4% menjadi 6,5%.
Revisi angka pertumbuhan ekonomi ini lantaran pemerintah optimis kinerja ekonomi akan semakin tinggi tahun ini. Dia yakin kinerja ini ditopang oleh investasi, perdagangan internasional, konsumsi masyarakat dan konsumsi pemerintah.
Revisi ini juga lantaran tingkat perekonomian global yang semakin prospektif dan pencapaian kinerja ekonomi nasional pada kuartal pertama tahun ini. Menurut Agus, fase pemulihan ekonomi global yang berlangsung tahun 2010, meningkatkan nuansa optimisme masyarakat dunia termasuk Indonesia.
Karena itu Agus yakin, pemulihan ekonomi dunia yang semakin baik akan memberikan landasan yang kuat bagi perekonomian dalam negeri. "Pemerintah akan berupaya keras mengawal dan menjaga stabilitas ekonomi makro secara berkesinambungan," katanya.
Target inflasi naik
Selain pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga merevisi seluruh asumsi makro ekonomi 2011. Hal ini sudah ditegaskan Agus sebelumnya.
Untuk nilai tukar rupiah, pemerintah yang sebelum mematok nilai sebesar Rp 9.250 per dollar rencananya akan diubah pada kisaran Rp 8.800 hingga Rp 9.000 per dollar Amerika Serikat. Sementara untuk inflasi, pemerintah mengubahnya menjadi 6% dari semula 5,3%.
Sedangkan untuk SBI tiga bulan, tidak lagi menjadi dasar penentuan tingkat bunga obligasi negara mengingat Bank Indonesia (BI) tidak lagi melelang instrumen moneter tersebut. Sebagai gantinya, pemerintah menggunakan suku bunga surat perbendaharaan negara (SPN) 3 bulan sebagai asumsi, yang diperkirakan sepanjang 2011 berkisar 5,5%-6,5%.
Untuk harga minyak mentah, pemerintah mematok di kisaran US$ 90 - US$ 100 per barel. Sebelumnya US$ 80 per barel. Untuk produksi minyak, pemerintah merevisi dari 970.000 barel per hari menjadi 945.000-970.000 barel per hari.
Plt. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Bambang Brodjonegoro mengungkapkan, revisi-revisi tersebut belum dipastikan menjadi bagian dari perubahan APBN. Sebab, pihaknya belum melakukan pembahasan-pembahasan intensif dengan DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News