Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pemerintah mempertegas tata cara penerbitan surat tagihan pajak atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Hal itu tertuang dalam peneribat peraturan menteri keuangan nomor 78/PMK.03/2016.
Beleid tersebut dikeluarkan untuk memberikan kepastian kepada wajib pajak, jika memiliki kurang bayar PBB yang belum dibayarkan. Atas kurang bayar itu, otoritas biasanya menerbitkan surat taghan pajak agar wajib pajak menyelesaikan kewajibannya.
Nah, apabila seorang wajib pajak menerima STP atas PBB artinya harus membayar kekurangan pembayaran ditambah denda administrasi yang besarnya 2% dari total tagihan per bulan. Denda administrasi dan kekurangan wajib dibayar maksimal 24 bulan dari saat jatuh tempo.
Humas DJP Mekar Satria Utama mengatakan, ada tiga tujuan dari penerbitan aturan ini. Pertama, untuk memberikan kepastian hukum yang lebih baik.
Sebelumnya ketentuan mengenai STP diatur dalam peraturan Dirjen Pajak nomor 503 tahun 2000. "Posisi PMK yang lebih tinggi membuat kepastian hukum semakin kuat," kata Mekar, Kamis (19/5).
Kedua, beleid ini juga merevisi aturan yang ada di Perdirjen tadi tentang masalah pemungutan PBB pedesaan dan perkotaan serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dialihkan ke pemerintah daerah. Ketiga, beleid ini memperjelas mekanisme penerbitan STP.
Selain itu, PMK ini juga membuat beberapa hal mengenai penerbitan STP yang diatur dalam PMK nomor 253 tahun 2014 tentang tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan PBB dicabut. Pasal yang dicabut diantaranya terkait tidak dapat diajukannya keberatan atas PBB yang diajukan atas penerbitan SPPT dan SKP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News