kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah perlu membuat mekanisme kontrol terkait rencana penurunan harga gas bumi


Selasa, 18 Februari 2020 / 18:40 WIB
Pemerintah perlu membuat mekanisme kontrol terkait rencana penurunan harga gas bumi
ILUSTRASI. Pemerintah perlu membuat mekanisme kontrol terkait rencana penurunan harga gas bumi ke sektor industri . ANTARA FOTO/Moch Asim/aww.


Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggota Komisi VII DPR Ridwan Hisjam meminta pemerintah untuk membuat mekanisme kontrol terkait rencana penurunan harga gas bumi ke sektor industri seperti tercantum dalam Perpres 40 tahun 2016 tentang penetapan harga gas bumi.

Hal itu dibutuhkan untuk mengukur sejauh mana nilai tambah dan kontribusi sektor industri penerima harga gas bumi tertentu terhadap perekonomian nasional. Mekanisme kontrol ini dapat juga menjadi bahan evaluasi Pemerintah apakah akan meneruskan kebijakan ini atau tidak.

Baca Juga: Produksi batubara Adaro Energy (ADRO) mencapai 58,03 juta ton sepanjang 2019

"Pelaksanaan Perpres No 40 tahun 2016 untuk melakukan penyesuaian harga gas bumi untuk industri tertentu harus dilakukan setelah adanya skema yang pasti mengenai dampak positif ke terhadap ekonomi nasional,” kata Ridwan, Selasa (18/2).

Lebih lanjut Ridwan menilai Perpres 40 tahun 2016 sejatinya memiliki tujuan agar industri dapat memberikan nilai tambah untuk mendorong perekonomian nasional. Mekanismenya dilakukan melalui pengurangan penerimaan negara dari hulu. Skema ini pada prinsipnya merupakan bentuk “subsidi” dari negara kepada industri.

Oleh karena itu, ia menambahkan, jika pemerintah ingin kembali menerbitkan Permen ESDM untuk menetapkan harga gas bumi tertentu kepada industri sesuai ketentuan, maka harus mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Karena pengurangan penerimaan bagian negara dari hulu yang tidak disertai pemulihan berupa nilai tambah yang diberikan industri, justru akan membuat defisit APBN semakin besar. "Selain itu pemberian subsidi harga gas ini juga harus diikuti dengan peningkatan pajak oleh sektor industri penerima subsidi," tambahnya. 

Baca Juga: Ekonom: Ekspor-impor turun, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih bisa 5%, asal...

Menurut politikus partai Golkar ini, jika mekanisme subsidi gas industri dipilih, pemerintah harus menginisiasi skema APBN agar terdapat fungsi pengawasan dan fungsi budgeting dari DPR.

Ini penting untuk memastikan tidak terganggunya keuangan negara. Jangan sampai, pengorbanan pemerintah tidak mampu menciptakan nilai tambah bagi industri baik secara langsung maupun tidak langsung. Skema ini pun adalah amanat dari UU Keuangan Negara.

“Tidak optimalnya subsidi pemerintah untuk industri juga akan menciptakan defisit anggaran yang besar di APBN 2020 dan seterusnya. Di RAPBN 2020, defisit anggaran diperkirakan mencapai lebih dari Rp 307 triliun,” ungkap Ridwan.

Baca Juga: Muncul wacana akan dibubarkan, begini kata SKK Migas

Sejatinya harga jual gas industri yang berlaku saat ini masih jauh lebih efisien dibandingkan penggunaan BBM seperti HSD dan MFO. Berdasarkan data per 20 Januari 2020 harga gas industri berkisar US$ 8,87/ MMBTU.

Sementara harga BBM Industri jenis HSD adalah Rp 13.365 per liter atau setara US$ 27,20 per MMBTU dan jenis MFO sebesar Rp 11.220 per liter atau setara US$ 21,19 per MMBTU. Dengan demikian, harga gas bumi industri hanya berkisar 32% dari harga HSD dan 42% dari harga MFO.

"Tanpa subsidi harga gas sesungguhnya industri sudah mendapatkan efisiensi dibandingkan menggunakan BBM. Karena itu jika diberikan subsidi lagi pemerintah harus bisa mengukur dampak ekonomi ke negara," ujar Hisyam tegas.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×