Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah membuka opsi untuk memperbesar penarikan pinjaman program. Hal itu menjadi strategi pembiayaan pemerintah, saat investor wait and see atas keputusan investasi mereka seiring ekonomi global yang masih tidak pasti.
Pinjaman program merupakan salah satu instrumen pembiayaan utang pemerintah selain penerbitan Surat Berharga Negara (SBN). Pinjaman program selama ini bersumber dari lembaga bilateral dan multilateral.
Direktur Surat Utang Negara Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Loto Srinaita Ginting mengatakan, dengan memperbesar penarikan pinjaman program dari yang direncanakan sebelumnya, maka penerbitan SBN yang terdampak risiko global akan berkurang.
Upaya memperbesar pinjaman program, juka bisa meningkatkan cadangan devisa yang semakin tergerus. Untuk itu, Kemkeu masih menghitung-hitung nilai pinjaman program yang akan diperbesar. Yang jelas, besarannya menyesuaikan nilai pengurangan SBN. "Karena memang ada fleksibilitas pembiayaan antara instrumen pembiayaan dan SBN," kata Loto kepada KONTAN, Selasa (23/7).
Pemerintah tahun ini menargetkan defisit anggaran sebesar Rp 325,94 triliun atau 2,19% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut akan ditutup dari pembiayaan utang, terdiri dari penerbitan SBN neto sebesar Rp 414,52 triliun serta pinjaman luar negeri dan dalam negeri senilai (negatif) Rp 15,3 triliun.
Dari target itu, prognosis pemerintah, defisit anggaran akhir tahun diperkirakan hanya mencapai Rp 314,23 trilun atau 2,12% dari PDB. Sehingga total pembiayaan akhir tahun juga diperkirakan lebih rendah dari target APBN 2018. Dengan begitu maka pembiayaan utang diperkirakan turun menjadi Rp 387,36 triliun atau hanya 97% dari target sebelumnya Rp 399,22 triliun.
"Penurunan pembiayaan utang bisa mengurangi instrumen SBN proporsional ke tenor-tenor menengah panjang," tambah Loto.
Selagi mengkaji penambahan pinjaman program, menurut Loto, pemerintah akan tetap mengupayakan pemenuhan pembiayaan untuk menutup defisit sesuai target 2,19% dari PDB. Jika tidak ada kebutuhan pembiayaan sebesar itu, baru kemudian pemerintah akan mengurangi penerbitan SBN, dengan menghentikan lelang lebih cepat.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai, memperbesar kepemilikan SBN oleh domestik akan lebih tepat daripada memperbesar utang luar negeri (ULN). Sebab, menumpuknya ULN akan menyebabkan permintaan dollar untuk pembayaran bunga dan pokok utang meningkat. Ujungnya akan menekan nilai rupiah.
Namun memperbesar SBN domestik punya kendala, yaitu domestik tidak bisa menyerap seluruh SBN karena sebagian dana terserap Bank Indonesia (BI). Hal itu terlihat dari jumlah uang beredar (M2) per PDB Indonesia yang hanya 40%. "Harus ada koordinasi fiskal dan moneter," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News