kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah mungkin memilih opsi penjatahan BBM


Senin, 14 Maret 2011 / 07:40 WIB
Pemerintah mungkin memilih opsi penjatahan BBM
ILUSTRASI. IHSG rawan koreksi


Reporter: Irma Yani Nasution, Dea Chadiza Syafina |

JAKARTA. Walau belum ada penegasan, tapi sikap pemerintah soal pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi mulai terbaca. Pemerintah kemungkinan akan memilih melakukan opsi penjatahan BBM bersubsidi dengan sistem kendali.

Kalau benar, berarti opsi menaikkan harga premium Rp 500 menjadi Rp 5.000 seliter dan mematok harga pertamax maksimal Rp 8.000 per liter tak menjadi pilihan pemerintah. "Kemungkinan dua opsi itu tidak akan dipilih," kata Endah Murniningtyas, Ketua Tim Kajian Dampak Sosial Ekonomi Pembatasan BBM Bersubsidi, akhir pekan lalu.

Apalagi, kata Endah, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh telah memastikan tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi. Di sisi lain, pemerintah juga tidak mungkin membatasi harga pertamax pada level tertentu. Sebab, harga pertamax mengikuti harga pasar minyak mentah dunia sehingga tak mungkin disubsidi.

Endah yang juga menjabat Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menambahkan, pemerintah saat ini terus mematangkan pelaksanaan pembatasan BBM bersubsidi tersebut.

Yang jelas, kebijakan itu tidak akan diterapkan ketika harga minyak dunia masih fluktuatif seperti sekarang ini. "Sebetulnya tinggal tergantung masalah waktu saja," kata Endah.

Endah menambahkan, pembatasan BBM bersubsidi bukan berarti mengurangi subsidi kepada masyarakat. Kebijakan itu merupakan upaya pemerintah menata lagi pemberian subsidi BBM yang selama ini tidak tepat sasaran. "Jadi kita ingin tepat sasaran, yang tidak berhak seharusnya memang tidak menggunakan BBM subsidi," paparnya.

Tak mau ambil risiko

Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) M. Romahurmuziy juga menilai opsi penjatahan BBM bersubsidi memang lebih realistis karena tidak membebani masyarakat.

Namun ia mengusulkan penjatahan BBM bersubsidi ini hanya berlaku untuk angkutan umum, angkutan transportasi, motor, dan kendaraan pribadi tahun tertentu.

Tapi, pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto melihat pelaksanaan opsi penjatahan dengan kartu kendali bakal ribet. Pengawasannya bakal merepotkan lantaran membutuhkan peralatan monitoring yang cukup mahal.

Dalam jangka panjang, mungkin penjatahan BBM bersubsidi ini bisa dipertimbangkan. Cuma dalam jangka pendek, menurut Pri Agung, pilihan yang masuk akal adalah menaikkan harga premium sebesar Rp 500 per liter. Selain lebih gampang dijalankan, penghematan anggaran yang diperoleh pemerintah pun juga lebih besar.

Meski dianggap masuk akal, masalahnya pemerintah tak mau mengambil risiko menaikkan harga premium. Selain bisa menimbulkan gejolak sosial dan politik, dampak ekonomi kenaikan harga BBM bersubsidi yang bisa memanjang, juga menjadi pertimbangan pemerintah.

Hasil Tim Kajian Pengaturna BBM Bersubsidi menyebutkan, kebijakan menaikkan harga premium sebesar
Rp 500 per liter akan menambah inflasi sekitar 0,6%. Hitungan inflasi itu belum memasukkan efek lanjutan dari kenaikan harga BBM subsidi.
Parahnya lagi, pemerintah terkesan masih maju mundur soal pembatasan BBM ini. Sejauh ini belum ada ketegasan pilihan kebijakan yang akan diambil dan kapan waktu pelaksanaannya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa memastikan waktu pembatasan BBM akan mundur karena harga minyak dunia masih fluktuatif. Kemungkinan, pembatasan BBM subsidi dilakukan setelah Lebaran.

Penyelesaian masalah ini harus segera dilakukan sebab harga minyak dunia terus tinggi. Akhir pekan lalu, harga minyak dunia jenis WTI di pasar NYMEX US$ 101,16 per barel. Tingginya harga minyak membuat subsidi membesar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×