Reporter: Bambang Rakhmanto |
JAKARTA. Pemerintah masih gamang menerapkan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Meskipun hasil kajian Tim Pengkaji Pembatasan BBM Subsidi sudah jelas terpapar berikut rekomendasi pilihan kebijakannya, toh pemerintah belum memilih opsi yang disodorkan oleh tim tersebut.
Kini, pemerintah malah ingin menunda pelaksanaan pembatasan BBM subsidi yang tadinya direncanakan akan mulai diberlakukan April 2011 mendatang. Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah ingin menunda pembatasan BBM subsidi karena harga minyak dunia masih fluktuatif.
Tapi, pemerintah akan membahasnya dulu dengan Komisi VII DPR dalam satu dua minggu mendatang. "Tetapi menurut pandangan kami, lebih bagus kita tunda, ” ujar Hatta.
Lantas sampai kapan penundaan penerapan pembatasan BBM bersubsidi itu? Hatta tak menjelaskannya. Namun Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang P.S. Brojonegoro mengatakan, lebih baik jika pembatasan BBM bersubsidi mulai berlaku di bulan yang inflasinya rendah.
Bambang menyarankan, pembatasan BBM subsidi jangan dilakukan pada periode Mei sampai Agustus karena sudah memasuki tahun ajaran baru dan Ramadan hingga inflasi tinggi. Dus, boleh jadi pembatasan BBM subsidi baru berjalan usai Lebaran.
Kalaupun pembatasan BBM subsidi jadi ditunda, Hatta menegaskan perlunya disiplin penggunaan anggaran dan disiplin dalam konsumsi BBM bersubsidi agar tidak melampaui alokasi 38,6 juta kilo liter tahun ini. Jika lebih, maka anggaran subsidi yang Rp 92,8 triliun tidak akan cukup. “Kalau kita tidak ingin menaikkan harga BBM, maka masyarakat harus disiplin, pemerintah juga harus disiplin terhadap anggaran,” ucapnya.
Untuk menjaga kuota itu, kata Hatta, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) perlu mengendalikan agar jangan sampai ada migrasi pengguna pertamax ke premium. BPH Migas pun harus mencegah penyelundupan BBM bersubsidi.
Lonjakan harga minyak yang terjadi belakangan ini memang mengancam anggaran. Harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) per 7 Maret 2011 rata-rata sudah mencapai US$ 104 per barel. Ini jauh di atas asumsi US$ 80 per barel dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011.
Sementara lifting minyak dari Januari sampai Februari 2011 hanya 905.000-907.000 barel per hari. Ini pun meleset dari target pemerintah yakni 970.000 barel per hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News