Reporter: Agus Triyono, Asep Munazat Zatnika, Margareta Engge Kharismawati | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah terus mencari obat ampuh untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Salah satu obat yang akan dipakai pemerintah untuk menyehatkan ekonomi ialah meminta Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunganya alias BI rate.
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan, BI rate harus berada di level stabil. Artinya, kata Kalla, kebijakan BI rate jangan sampai membuat kondisi industri perbankan terganggu. Sebab, pengetatan moneter membuat daya beli masyarakat lemah.
Kalla menegaskan, saat ini masih ada ruang bagi BI rate untuk turun sedikit dari posisi saat ini di level 7,5%. "Distabilkan (BI rate), turun perlahan," ujar Kalla, Kamis (7/5). Tapi di sisi lain, Kalla mengatakan sebenarnya sekarang ini (kebijakan moneter) sudah agak longgar dari tahun lalu.
Kalla mengaku sudah bertemu dengan Gubernur BI Agus Martowardojo untuk membahas kondisi ekonomi terkini di Istana Negara, Rabu lalu (6/5). Kalla menegaskan, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, pemerintah akan fokus mendorong realisasi belanja modal dan menarik investor agar mau menanamkan modalnya di Indonesia.
Nah, di tengah kondisi ekonomian Indonesia yang melemah, pemerintah mengandalkan investasi dengan suku bunga yang rendah sebagai motor penggerak ekonomi.
Sayangnya, pengetatan moneter ala BI saat ini tak membantu ekonomi Indonesia di triwulan pertama tahun ini melaju. Dalam tiga bulan pertama tahun ini, pertumbuhan ekonomi Indonesia cuma 4,71%. Padahal, target pertumbuhan ekonomi yang dipatok tahun 2015 sebesar 5,7%.
Belanja Modal
Pertumbuhan ekonomi triwulan pertama sebesar 4,71%, itu merupakan yang terendah sejak 2011. Pada triwulan pertama 2014, ekonomi Indonesia tumbuh 5,14%, triwulan pertama 2013 tumbuh 5,61%, triwulan pertama 2012 tumbuh 6,11%, dan triwulan pertama 2011 tumbuh 6,48%.
Permintaan pemerintah agar BI rate turun, direspons positif bank sentral. Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo bilang, kebijakan moneter BI akan mengarah ke suku bunga rendah. Cuma, kebijakan ini harus memperhatikan defisit neraca transaksi berjalan tetap rendah.
Agus menambahkan, untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi, fokus utama pemerintah seharusnya tertuju pada realisasi belanja modal. Agus optimistis, pada kuartal kedua tahun ini, belanja modal pemerintah bisa lebih tinggi dari kuartal pertama.
Dengan belanja modal pemerintah lebih baik, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan lebih tinggi pada kuartal II. "Nanti diatas itu, kita optimis," kata Agus, kemarin.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofjan Djalil mengaku, pada tiga bulan pertama 2015 serapan anggaran terkendala karena anggaran perubahan yang baru disahkan pada Februari. Perlu berbagai persiapan seperti pengisian Daftar Isian Pengguna Anggaran (DIPA) yang dilakukan kementerian/lembaga.
Kini, urusan DIPA sudah selesai dan penyerapan anggaran sudah bisa berjalan cepat pada Mei 2015. Alhasil, ia optimis belanja pemerintah di triwulan II dan seterusnya lebih cepat. Jadi, perekonomian hingga akhir tahun setidaknya bisa berada pada rentang 5,4%-5,7%. "Kita terus melakukan koordinasi dengan BI untuk menjaga stabilitas moneter," ujar Sofyan diplomatis.n
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News