Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Sebanyak 12 kabupaten/kota di empat provinsi masih belum merevisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sesuai ketentuan peruntukan ruang, yakni Peraturan Pemerintah (PP) No. 15/2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (PPR).
Direktur Jenderal (Ditjen) Tata Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Imam Santoso Ernawi mengungkapkan, 12 kabupaten/kota yang belum merevisi RTRW adalah Barito Utara dan Barito Timur di Provinsi Kalimantan Tengah, Konawe dan Bombana di Sulawesi Tenggara, serta Maybrat dan Tembrauw di Papua Barat. Adapun enam kabupaten lain berada di Papua, yakni Deiyai, Nduga, Puncak Jaya, Sarmi, Tolikara, dan Yahukimo.
Sesuai dengan UU, batas akhir revisi RTRW jatuh pada 2010 ini. Cuma memang, kata Imam, tidak ada sanksi bagi pemerintah daerah di provinsi dan kabupaten/kota yang belum melakukan revisi RTRW. Namun, Undang-undang No. 26/2007 Penataan Ruang mengancam dengan sanksi pidana apabila ada pemerintah daerah (Pemda) tidak mentaati rencana tata ruang dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang. "Sanksinya pidana penjara maksimal tiga tahun dan denda maksimal Rp 500 juta,” ujar Imam.
Direktur Penataan Ruang Wilayah I, Ditjen Tata Ruang, Bahal Edison Naiborhu menjelaskan, hingga saat ini, sudah ada 16 provinsi, 292 kabupaten, dan 79 kota yang sedang melakukan revisi RTRW. Sementara, 10 provinsi, 10 kabupaten, dan tiga kota masih dalam tahap menunggu Surat Persetujuan Menteri Pekerjaan Umum.
Tiga provinsi sudah mengesahkan revisi RTRW menjadi Peraturan Daerah (Perda), yaitu Papua, Maluku, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan, di tingkat kabupaten/kota, ada sembilan kabupaten dan satu kota yang sudah mengeluarkan Perda untuk RTRW.
Adapun soal kawasan hutan, Bahal menyatakan, revisi RTRW tetap bisa berjalan asalkan peruntukan ruang wilayah provinsinya secara keseluruhan memperoleh kesepakatan dan persetujuan. “Artinya, apabila kesepakatan dan persetujuan peruntukan ruang kawasan hutan belum tercapai, ketentuan peruntukan hutan dikembalikan kepada RTRW Provinsi sebelumnya. Kemudian diintegrasikan dengan RTRW Provinsi yang baru,” ungkapnya.
Bahal bilang, ini sejalan dengan Pasal 31 PP PPR, sebagai jalan keluar bila rencana tata ruang menghambat investasi yang memerlukan alih fungsi hutan. Sektor kehutanan, lanjut Bahal, memiliki kewenangan dalam mengatur pemanfaatan ruang di kawasan hutan melalui PP No 10/2010 tentang Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan serta PP No 24/2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News