kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah lakukan pembenahan kebijakan untuk EODB 2020


Rabu, 13 Februari 2019 / 18:56 WIB
Pemerintah lakukan pembenahan kebijakan untuk EODB 2020


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mulai Februari hingga Agustus 2019 ini, Bank Dunia akan  mengumpulkan dan menganalisis data-data dari Indonesia untuk menentukan peringkat kemudahan berusaha atau Ease of Doing Business (EODB) untuk tahun 2020. 

Karena itu, pemerintah mesti membenahi dan menciptakan kebijakan yang dapat mengerek peringkat sesuai target.

Terkait hal ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasang target Indonesia bisa masuk peringkat ke-40. Hal ini memang tidak mudah, karena pada  bulan November 2018 lalu saja peringkat EODB Indonesia untuk 2019 turun satu peringkat ke posisi 73 dari 190 negara yang dinilai oleh Bank Dunia.

Indonesia turun peringkat meski mengalami kenaikan nilai sebesar 1,42 poin menjadi 67,96.

Sekadar penyegaran, Indonesia mengalami penurunan peringkat dalam hal urusan perizinan konstruksi (dari 108 ke 112), perlindungan investor minoritas (dari 43 ke 51), perdagangan lintas batas (dari 112 ke 116), dan penegakan kontrak (dari 145 ke 146).

Sementara, Indonesia naik peringkat dalam hal indikator memulai bisnis (dari 144 ke 134), mendapatkan listrik (dari 38 ke 33), pendaftaran properti (dari 106 ke 100), mendapatkan pinjaman (dari 55 ke 44), pembayaran pajak (dari 114 ke 112), dan penyelesaian pailit (dari 38 ke 36).

Dalam wawancara dengan Kontan belum lama ini, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso, mengakui, sejumlah reformasi kebijakan yang pemerintah lakukan di periode sebelumnya belum cukup ampuh untuk menaikkan peringkat EODB Indonesia.

"Kesalahannya, kemarin kita terlalu yakin bahwa perubahan-perubahan yang sudah dilakukan bisa menaikkan peringkat. Faktanya, negara-negara lain jauh lebih ekstrem perubahannya," ujar Susiwijono.

Ia mencontohkan, India berhasil menaikkan hingga 23 peringkat, sedangkan China sebanyak 32 peringkat pada penilaian EODB tahun lalu.

Susi mengakui, target menuju peringkat ke-40 tersebut bukan perkara mudah. Dibutuhkan lompatan besar untuk dapat mencapai target tersebut terutama di tengah peningkatan peringkat negara-negara lain yang lebih pesat.

Tak heran, EODB masuk sebagai salah satu dari 25 program prioritas Kemenko Perekonomian tahun ini. Dalam program prioritas tersebut, pemerintah akan fokus memperbaiki empat indikator yang mengalami penurunan nilai tahun lalu.

Terkait perizinan konstruksi, misalnya, pemerintah melanjutkan perluasan cakupan pelayanan pendaftaran usaha serta perizinan bangunan yang disederhanakan dan berbasis online.

"Izin konstruksi ini kan terkait IMB (izin mendirikan bangunan) yang mestinya selesai dengan OSS (online single submission). Penilaian tahun lalu kan OSS ini belum berjalan," kata Susiwijono.

Oleh karena itu, pemerintah optimistis, implementasi OSS bakal menjadi salah satu pertimbangan Bank Dunia untuk menaikkan peringkat EODB Indonesia. Pasalnya, program ini dinilai dapat diandalkan untuk merevolusi sistem perizinan berusaha secara nasional.

Kendati demikian, implementasi OSS masih butuh banyak perbaikan. Hal ini diakui Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong, Rabu (6/2) lalu, "Masih cukup banyak kesulitan. Satu per satu seperti masalah software, masalah konektivitas akan kita benahi sekarang," ujarnya.

Lembong berkomitmen akan memperbaiki pelaksanaan OSS pasca program ini dialihkan ke BKPM awal tahun ini. Harapannya, layanan OSS dapat masuk ke fase yang benar-benar mengawal dan memfasilitasi proses masuknya investasi yang membutuhkan integrasi koordinasi antar kementerian dan lembaga.

Sebagai langkah awal peningkatan sinkronisasi pusat dan daerah dalam penyelenggaraan OSS, BKPM akan menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Tahunan dengan BKPM daerah.

"Rakernas Tahunan akan kami gelar dengan mengundang 530 BKPM daerah di pertengahan Maret nanti. Dengan ini targetnya kami bisa meluncurkan fase selanjutnya dari OSS," tandas Lembong.

Begitu juga dengan indikator perdagangan lintas batas, pemerintah mendorong efisiensi layanan dan biaya logistik agar dapat terselenggara sepenuhnya secara online. Ini agar transparansi dan kepastian standar layanan semakin meningkat dalam rangka memfasilitasi kegiatan ekspor dan impor melalui pelabuhan.

Upaya ini pun tampak mulai terealisasi melalui simplifikasi aturan ekspor kendaraan bermotor dalam keadan utuh (completely built up/CBU) yang mulai berlaku 1 Februari lalu. Perubahan kebijakan dilakukan dengan mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai nomor PER- 01/BC/2019 tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi di bawah Kementerian Keuangan.

"Simplifikasi prosedur ekspor dan efisiensi logistik ini merupakan salah satu cara kita untuk meningkatkan penilaian EODB yang sudah mulai berjalan sejak Februari ini. Makanya kita lakukan segera," ujar Susiwijono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×