Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya menarik investasi langsung alias foreign direct investment (FDI) sebesar-besarnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus mengatasi permasalahan defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
Meski masih tumbuh, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menilai penarikan FDI ke Indonesia harus lebih masif demi mengentaskan masalah CAD. Ia mengakui itu bukan hal mudah sebab kini hampir seluruh negara berbondong-bondong menarik investasi langsung masuk ke negaranya.
Baca Juga: Jokowi minta CAD tuntas dalam empat tahun, Menko Airlangga siapkan jurus quick-wins
Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Ahmad Mikail Zaini menilai, porsi FDI yang lebih tinggi memang dibutuhkan untuk menutup CAD Indonesia yang rata-rata mencapai US$ 28 miliar setiap tahun dalam kurun lima tahun terakhir. Langkah pemerintah merancang Undang-Undang Omnibus Law untuk memperbaiki iklim investasi pun dinilainya tepat.
Meski begitu, Mikail mengingatkan agar pemerintah jangan terlalu ambisius mengejar jumlah dan pertumbuhan FDI semata. “Tapi bagaimana kualitas FDI yang masuk itu, apakah menyasar sektor-sektor yang produktif’ dalam perekonomian kita untuk menyelesaikan CAD,” tutur Mikail kepada Kontan.co.id, Kamis (28/11).
Mikail memandang, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa investasi langsung masuk ke sektor-sektor yang menghasilkan komoditas ekspor seperti sektor pertanian, perikanan, pertambangan, serta industri olahan (manufaktur).
Baca Juga: Harga emas diprediksi bakal berkilau setelah hubungan AS dan China kembali memanas
Sayangnya, porsi aliran FDI ke sektor-sektor tersebut terbilang minim dibandingkan dengan aliran FDI ke sektor jasa dan sektor tersier lainnya. “Pemerintah jangan sampai salah mengidentifikasi masalah. FDI kita masih tumbuh, tapi kualitasnya lah yang harus diperbaiki,” tutur Mikail.
Senada, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal juga menekankan soal kualitas FDI. Pasalnya, investasi langsung yang mengalir deras ke dalam negeri juga bisa menjadi bumerang jika tidak berkualitas dan produktif bagi perekonomian di dalam negeri.
Alih-alih mengurangi CAD, kualitas investasi langsung yang buruk justru bisa menambah defisit akibat derasnya repatriasi modal sehingga membebani neraca pendapatan.
Baca Juga: Kampanye anti sampah plastik, Jamkrindo mulai berdayakan masyarakat kawasan Ciletuh
“Jadi mesti juga dipikirkan insentif yang tepat dari pemerintah agar bisa terjadi reinvestasi ke dalam negeri. Selain itu, arahkan juga FDI yang masuk ke sektor manufaktur karena sumber masalah fundamental ekonomi kita ada pada sektor manufaktur yang lemah,” ujar Faisal saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (28/11).
Adapun, secara kumulatif dari Januari-September 2019, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi mencapai Rp 601,3 triliun.
Terdiri atas realisasi investasi dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 283,5 triliun atau naik 17,3% year-on-year (yoy) dan realisasi investasi asing (PMA) sebesar Rp 317,8 triliun atau naik 8,2% yoy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News