Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mewacanakan agar kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) fleksibel dan lebih realistis.
Presiden Prabowo Subianto menilai, kebijakan TKDN dipaksakan dan membuat Indonesia kalah kompetitif.
Ekonom UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, melonggarkan keran impor secara masif dan membuat aturan TKDN menjadi lebih fleksibel akan mengirimkan gelombang kejut negatif ke seluruh struktur perekonomian nasional.
Baca Juga: Ekonom Sebut Indonesia Mesti Hati-Hati Ambil Langkah Relaksasi TKDN pada Produk AS
"Dampak paling langsung adalah tergerusnya pangsa pasar produk dalam negeri," ujar Achmad saat dikonfirmasi, Rabu (9/4).
Achmad menyebutkan industri manufaktur, elektronik, otomotif, tekstil, hingga sektor agroindustri selama ini berusaha tumbuh di bawah payung proteksi TKDN.
Tanpa TKDN, industri akan menghadapi persaingan yang tidak seimbang dengan produk impor yang seringkali unggul dalam skala produksi dan efisiensi harga karena subsidi atau praktik ekonomi negara asalnya.
Bagi pelaku bisnis lokal, terutama UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi kerakyatan, dampak ini akan jauh lebih destruktif.
Baca Juga: Pemerintah Diminta Lakukan Kajian Sebelum Terapkan Kebijakan Fleksibilitas TKDN
UMKM seringkali beroperasi dengan modal terbatas, kapasitas produksi yang lebih kecil, dan akses teknologi yang belum sepadan dengan korporasi multinasional atau produsen besar dari luar negeri.
Aturan TKDN, meskipun terkadang dianggap sebagai tantangan, sejatinya memberikan celah bagi mereka untuk terlibat dalam rantai pasok industri yang lebih besar. Terutama dalam proyek-proyek pemerintah atau BUMN yang mewajibkan persentase komponen lokal tertentu.
Menghilangkan atau melunakkan syarat ini sama saja dengan mencabut jaring pengaman terakhir bagi mereka. Membiarkan mereka tenggelam dalam arus deras produk impor murah.
Baca Juga: Kemenperin Revisi Beleid Terkait TKDN, Apple Bakal Lolos?
"Konsekuensinya jelas, potensi penurunan produksi domestik, penutupan usaha skala kecil dan menengah, hilangnya lapangan kerja, dan melebarnya defisit neraca perdagangan," jelas Achmad.