Reporter: Ratih Waseso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memutuskan untuk menandatangani Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
Hal tersebut diputuskan dalam rapat terbatas Presiden Joko Widodo bersama sejumlah Menteri Kabinet Indonesia Maju yang membahas soal perniagaan elektronik Senin (25/9), di Istana Merdeka Jakarta.
"Sudah diputuskan hari ini, nanti sore sudah saya tanda tangani revisi Permendag 50/2020," ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Senin (25/9).
Zulkifli menjelaskan, dalam Permendag baru tersebut nantinya diatur sejumlah ketentuan terkait perniagaan elektronik. Salah satunya, pemerintah hanya memperbolehkan media sosial digunakan untuk memfasilitasi promosi, tidak untuk transaksi.
Baca Juga: Mendag: Social E-Commerce Bisa Ditutup Bila Tetep Nekat Berjualan Usai Diberi Teguran
"Social commerce itu hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa, tidak boleh transaksi langsung, bayar langsung tidak boleh lagi, dia hanya boleh untuk promosi. Jadi dia semacam platform digital. Jadi tugasnya mempromosikan," ujarnya.
Selain itu, pemerintah juga akan melarang media sosial merangkap sebagai e-commerce. Hal tersebut dilakukan pemerintah untuk mencegah penyalahgunaan data masyarakat.
"Sehingga algoritmanya itu tidak semua dikuasai dan ini mencegah penggunaan data pribadi untuk kepentingan bisnis," imbuhnya.
Revisi Permendag juga mengatur bahwa platform digital tersebut tidak boleh bertindak sebagai produsen. Selain itu, pemerintah menetapkan minimal transaksi impor sebesar US$ 100.
"Kalau dia melanggar seminggu ini tentu ada surat saya ke Kominfo untuk memperingatkan, setelah diperingatkan (kalau masih melanggar), ditutup," tegasnya.
Baca Juga: Larang Social Media dan E-commerce Jadi Satu, Ini Penjelasan Mendag
Terkait penjualan barang dari luar negeri, revisi Permendag tersebut juga akan mengatur daftar barang yang mendapatkan izin untuk diperjualbelikan. Perdagangan barang-barang tersebut juga akan diperlakukan sama dengan perdagangan luring dalam negeri.
"Ya kalau makanan harus ada sertifikat halal, kalau beauty itu ya harus ada POM-nya, kalau tidak nanti yang jamin siapa? Harus ada izin POM-nya. Kemudian kalau di elektronik harus ada standarnya bahwa ini betul barangnya gitu, jadi perlakuan sama dengan yang ada di dalam negeri atau pedagang offline," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News