Reporter: Herlina KD | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Utang luar negeri pihak swasta yang terus menumpuk menjadi perhatian serius pemerintah. Soalnya, utang itu sudah melebihi pinjaman luar negeri yang dicetak oleh pemerintah. Kalau terus dibiarkan, pemerintah khawatir kondisi ini akan mengganggu neraca keuangan perusahaan swasta. Untuk itu, pemerintah berencana membuat aturan untuk mengendalikan utang luar negeri oleh sektor swasta.
Lonjakan utang luar negeri pihak swasta sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun lalu. Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar bilang, kini utang luar negeri pihak swasta semakin besar dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) di kisaran 30%. Padahal, rasio utang pemerintah terhadap PDB hanya 23%-24%.
Pemerintah khawatir, dengan kondisi keuangan global yang penuh ketidakpastian, besarnya utang swasta menambah risiko terhadap stabilitas sistem keuangan. Melalui Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK), pemerintah akan membuat aturan untuk memperketat pengawasan utang luar negeri swasta. "Kami ingin membuat aturan yang pas," katanya Rabu, (17/4) di Jakarta.
Saat ini pemerintah tengah menggodok beberapa rancangan aturan untuk mengendalikan utang luar negeri swasta. Contohnya, aturan pengendalian untuk meminimalisir risiko kurs mata uang juga aturan untuk meminimalkan risiko miss match pembiayaan. Tujuannya agar tidak terjadi miss match saat tumpukan utang swasta jatuh tempo. Hanya saja, Mahendra masih merahasiakan perincian rancangan aturan itu.
Aturan lain untuk membatasi utang luar negeri swasta adalah membatasi swasta yang ingin mencetak utang. Misalnya rasio utang terhadap ekuitas atau modal yang dikenal dengan debt to equity ratio (DER).
Memang tidak ada batasan yang pasti soal DER. Hanya saja sebuah perusahaan dianggap sehat bila total utangnya tidak lebih besar ketimbang modal atau ekuitas.
Cara lain untuk memantau perkembangan utang swasta ini, adalah akan mewajibkan semua perusahaan yang memiliki utang dalam bentuk valuta asing kepada Bank Indonesia. "Tapi aturan itu tidak akan menghambat pertumbuhan investasi dan dunia usaha," ujar Mahendra.
Sebelumnya, alasan pemerintah untuk mewaspadai lonjakan utang swasta lantaran menduga beban pembayaran bunga dan beban utang swasta ini hanyalah sebagai upaya pengusaha untuk melakukan penghindaran pajak. Kantor pajak sebelumnya menduga, utang swasta Indonesia di dapat dari kelompok usaha sendiri yang berbasis di luar negeri.
Atas dugaan inilah, kantor pajak ingin agar beban pembayaran bunga utang luar negeri tidak seluruhnya menjadi beban perusahaan. Meski hingga kini aturan belum jelas. Maklum makin besar beban utang luar negeri yang ditanggung oleh sebuah perusahaan, maka setoran pajak mereka juga ikut menurun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News