Reporter: Agus Triyono | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pemerintah akan mengevaluasi pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur yang dikerjasamakan dengan China. Kebijakan ini untuk menghapus pengalaman buruk pemerintah menerima hasil proyek yang dibangun kontraktor China.
Andrinof Chaniago, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas mengatakan, sejumlah proyek pembangunan infrastruktur di era pemerintahan sebelumnya yang dibangun oleh perusahaan China memiliki kualitas buruk. Di antaranya, proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Batubara 10.000 megawatt (MW) dan Gas dan Energi Terbarukan. Proyek ini masuk dalam Fast Track Program (FTP) tahap pertama tahun 2004-2009.
Dari situs Sekretariat Kabinet disebutkan, proyek infrastruktur yang menggandeng China di era pemerintah Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla antara lain: pembangunan 24 pelabuhan, 15 bandar udara (bandara), pembangunan jalan sepanjang 1.000 kilometer (km), pembangunan jalan kereta api sepanjang 8.700 km, serta pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 35.000 mega watt (MW).
China juga terlibat dalam pembangunan jalur kereta api super cepat Jakarta- Bandung dan Jakarta-Surabaya. China menunjuk China Railway sebagai pemimpin konsorsium. Anggota konsorsiumnya, antara lain, China Railway International, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, The Third Railway Survey and Design Institute Group Corporation.
Menurut Andrinof, evaluasi proyek kerja sama dengan China itu dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa faktor penilaian. Salah satunya, teknologi yang digunakan. "Sebagian pembangkit listrik yang dibangun, banyak tertunda dari jadwal yang ditetapkan karena masalah teknis. Agar tidak terulang, akan dilihat lagi teknologinya," kata Andrinof, akhir pekan lalu.
Alat evaluasi proyek
Rencana pemilahan proyek yang dikerjasamakan dengan China itu, menambah daftar alat evaluasi untuk mengukur pembangunan infrastruktur di tanah air. Sebelumnya, Pemerimtah berencana membuat alat evaluasi pembangunan infrastruktur yang bernama Rencana Investasi Infrastruktur Jangka Menengah.
Bambang Prihartono, Direktur Transportasi Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengatakan, dalam evaluasi yang masuk dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tersebut, pemerintah akan memasukkan proyek strategis yang akan dikerjakan dalam jangka menengah, membagi siapa saja pihak pelaksananya, dan merumuskan dari mana saja pendanaan proyek tersebut.
Agung Prabowo, pengamat kebijakan publik Universitas Sebelas Maret Surakarta mengatakan, banyak pengadaan barang dan jasa pemerintah dengan China bermasalah. Pembangkit listrik yang dibangun China dalam proyek FTP tahap I tak bisa berproduksi maksimal lantaran banyak komponen usang.
Selain itu, pada kasus pengadaan armada Trans Jakarta. Banyak armada rusak. “Hal ini menunjukkan China memiliki kontrol kualitas produk yang relatif buruk,” kata dia kepada KONTAN.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News