kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah dan swasta harus kompak atasi kebakaran


Jumat, 18 September 2015 / 14:58 WIB
Pemerintah dan swasta harus kompak atasi kebakaran


Reporter: Noverius Laoli | Editor: Havid Vebri

JAKARTA. Kebakaran hutan yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan belakangan ini semakin meresahkan. Penyakit tahunan ini sudah lama menjadi perhatian pemerintah tapi tak pernah bisa diselesaikan.

Joko Supriyono, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) meminta pemerintah dan pihak swasta untuk bahu-membahu mengerahkan semua kekuatan dalam menanggulangi kebakaran lahan.

"Pertama, semua pihak tidak perlu panik, kita harus mengerahkan semua kekuatan untuk memadamkan kebakaran lahan," ujarnya, Jumat (18/9).

Kedua, lanjut dia, semua pihak harus bijak dalam menerjemahkan instruksi Presiden dalam penegakan hukum. Aparat penegak hukum jangan hanya asal mencari target pelaku di lapangan.

Banyak perusahaan yang menjadi korban justru menjadi terdakwa. Ketiga, menurut Joko, perusahaan tidak mungkin asal membakar lahan karena sudah ada prosedur yang diatur pemerintah.

Selain itu, faktor penyebab kebakaran juga banyak dan multidimensi seperti faktor musim kemarau panjang, tidak hanya mengarah pada perkebunan sawit. "Bagaimana dengan kebakaran di Taman Nasional Sebangau Jambi, siapa yang harus ditangkap," jelasnya.

Suwardi, Sekjen Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) menambahkan, kebakaran lahan yang terjadi saat ini disebabkan karena peraturan pemerintah yang kurang efektif. Menurutnya, ada dua peraturan pemerintah yang kurang efektif, yakni Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan aturan yang melarang penggunaan kayu hasil pembukaan lahan.

Dalam penjelasan Pasal 69 ayat 2 UU Nomor 32 Tahun 2009, pembakaran lahan diperbolehkan dengan luas maksimal 2 hektare (ha) dan harus dikelilingi sekat bakar.

Mengacu pada aturan tersebut, masyarakat masih diperbolehkan untuk membakar lahan, walaupun maksimal hanya 2 ha. Persoalannya, apabila dalam satu wilayah ada 100 warga, maka sangat dimungkinkan area yang terbakar ada 100 titik.

Larangan penggunaan kayu hasil pembukaan lahan juga ikut memicu kebakaran lahan. Menurutnya, banyak kayu hasil penebangan dibakar saja oleh warga, karena toh tidak bisa digunakan. "Kalau dimanfaatkan bisa terkena aturan ilegal logging. Ini yang harus diubah," ucapnya.

Menurut dia, kedua aturan tersebut harus direvisi agar pencegahan kebakaran hutan menjadi efektif dan tidak terulang lagi di kemudian hari.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×