kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pemerintah dan MUI belum sepakat penerbit sertifikat halal


Selasa, 17 Mei 2011 / 16:36 WIB
Pemerintah dan MUI belum sepakat penerbit sertifikat halal
ILUSTRASI. Masih belum berpengalaman, ini 5 tips parenting yang penting diketahui orang tua baru. KONTAN/Cheppy A. Muchlis/26/062014


Reporter: Hans Henricus | Editor: Dupla Kartini

JAKARTA. Pembahasan rancangan undang-undang jaminan produk halal (RUU JPH) bakal alot. Pasalnya, pemerintah dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum sepakat soal kewenangan menerbitkan sertifikat produk halal.

Menteri Agama Suryadharma Ali bilang, sebaiknya pemerintah yang mengeluarkan sertifikat produk halal. Alasannya, pemerintah memiliki kekuatan memberi sanksi, sedangkan MUI tidak memilikinya. "Kalau produk dinyatakan halal tapi ternyata tidak halal, siapa yang memberikan sanksi, harus pemerintah," ujar Suryadharma, awal pekan ini.

Lanjutnya, pemerintah bisa meminta masyarakat tidak mengkonsumsi suatu produk lantaran tidak memenuhi standar halal. Konsekuensinya, kata Suryadharma, produk tersebut tidak boleh masuk atau beredar di pasar Indonesia.

Adapun kewenangan MUI menyangkut urusan agama yaitu meneliti serta menyatakan suatu produk halal atau tidak. Selain itu, dalam proses penetapan harus memahami asal-usul produk mulai dari jenis bahan baku, campuran apa saja, bagaimana proses produksinya, serta kemasannya.

Tapi, MUI berbeda pandangan dengan pemerintah dalam urusan wewenang menerbitkan sertifikat produk halal. "Fatwa itu merupakan otoritas ulama dan sertifikat halal adalah fatwa tertulis," kata Ketua MUI Hamidhan. Sedangkan, tugas pemerintah adalah penegakan hukum. Contohnya, mewajibkan label halal pada kemasan suatu produk serta pengawasan terhadap kewajiban pengujian halal.

Dia menjelaskan, selama ini proses penentuan suatu produk halal melalui beberapa tahap antara lain penyelidikan awal, peninjauan lapangan, meneliti di laboratorium, hingga sidang komisi fatwa. "Dalam produk halal ini menyangkut ajaran agama dan itu diputuskan oleh ulama," imbuhnya.

Sebagai informasi, RUU jaminan produk halal sedang bergulir di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja RUU JPH Ahmad Zainuddin mengungkapkan, anggota dewan sepakat tidak membentuk lembaga baru untuk menerbitkan sertifikat halal, tapi kewenangan itu berada di unit kerja Kementerian Agama, yaitu sub direktorat produk halal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×