Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah, DPR dan DPD menyepakati 33 RUU masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2021. Seperti diketahui, sebelumnya terdapat 36 RUU yang diusulkan masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2021.
Kemudian, disepakati terdapat 4 RUU yang dikeluarkan dari RUU prolegnas prioritas tahun 2021 yakni RUU tentang Jabatan Hakim, RUU tentang Perubahan Kedua atas UU nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila dan RUU tentang Ketahanan Keluarga.
Selain itu, terdapat satu RUU tambahan yang masuk dalam prolegnas prioritas tahun 2021 yakni RUU tentang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Dengan demikian, RUU prolegnas prioritas tahun 2021 terdapat sebanyak 33 RUU yang terdiri dari 22 RUU yang diusulkan oleh DPR, dimana 2 RUU diantaranya diusulkan bersama dengan pemerintah, 9 RUU diusulkan oleh pemerintah dan 2 RUU diusulkan oleh DPD.
Baca Juga: Telah disepakati pemerintah dan DPR, ini daftar 33 RUU prolegnas prioritas tahun 2021
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, keputusan Baleg untuk mengurangi jumlah RUU Prioritas 2021 perlu diapresiasi. Sebab, hal ini terlihat baru dalam konteks perencanaan legislasi prioritas yang biasanya selalu tampil bombastis dengan jumlah RUU Prioritas yang selalu berkisar pada jumlah 40-50 RUU.
“Baleg periode ini nampak mulai terlihat realistis,” kata Lucius ketika dikonfirmasi, Jumat (15/1).
Formappi mengatakan, pada pertengahan tahun 2020 lalu, Baleg DPR memutuskan pencoretan 16 RUU dari daftar prioritas hingga menyisakan 37 RUU saja dalam daftar. Kemudian, pada tahun 2021 ini Baleg-Pemerintah konsisten untuk terus realistis lagi.
“Setelah melihat capaian legislasi buruk di tahun 2020 dengan hanya menghasilkan 3 UU dari 37 RUU, maka nampaknya keputusan menetapkan 33 RUU dalam daftar Prioritas 2021 merupakan sebuah ikhtiar Baleg setelah mengevaluasi kinerja buruk mereka pada tahun 2020,” ujar dia.
Formappi berharap kesadaran Baleg untuk menetapkan target yang mulai realistis ini juga diikuti dengan komitmen untuk bekerja keras melakukan pembahasan hingga bisa mengoleksi capaian UU Prioritas hingga 50% pada tahun 2021 ini.
Baca Juga: Punya potensi besar, Rabu Hijrah dorong RUU Ekonomi Syariah segera masuk Prolegnas
Dari nama RUU yang dimasukkan Baleg dalam daftar prioritas, Formappi menilai sebagian besar merupakan RUU-RUU yang sudah pernah menjadi prioritas pada tahun 2020. Terdapat 22 RUU yang merupakan luncuran RUU Prioritas 2020. 11 RUU lainnya juga tak baru-baru banget.
Beberapa diantaranya merupakan RUU yang di pertengahan tahun 2020 lalu digusur dari daftar seperti RUU Penyiaran, RUU PKS, RUU Pendidikan Kedokteran. Dari 11 RUU baru ini, 3 diantaranya terkait pembentukan pengadilan tinggi dan pengadilan tinggi agama di sejumlah daerah.
“Dengan demikian mestinya sih kinerja legislasi memang bisa diharapkan menghasilkan lebih banyak UU baru tahun ini karena DPR nyaris lebih banyak hanya meneruskan proses yang sudah dimulai pada tahun 2020 lalu,” terang dia.
Yang menarik, kata Lucius, terkait fakta sejumlah RUU Kontroversial yang tetap dipertahankan dalam daftar RUU Prioritas 2021. Padahal sejumlah fraksi besar sudah jelas-jelas menyatakan penolakan mereka.
Fraksi PDIP misalnya terlihat agak keberatan dengan RUU Larangan Minuman Beralkohol. Fraksi Golkar dan Gerindra keberatan dengan beberapa RUU seperti RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Perlindungan Tokoh Agama dan Simbol Agama (RUU tentang Perlindungan Kiai dan Guru Ngaji), dan RUU Minol.
Baca Juga: Tiga RUU belum disepakati, Prolegnas Prioritas 2021 diputuskan hari ini
“Keberatan-keberatan ini ikut menjadi catatan Badan Legislasi dalam mengajukan Daftar RUU Prioritas yang akan diajukan ke Paripurna mendatang,” ujar dia.
Lucius menyebut, catatan keberatan beberapa fraksi besar atas beberapa RUU Kontroversial di atas sejalan dengan keberatan publik yang melihat RUU-RUU Kontroversial itu tak mendesak untuk dibahas saat ini.
“Urgensi RUU-RUU tersebut juga nampak gamang sehingga semestinya tak perlu menjadi beban DPR dalam menjalankan fungsi legislasi tahun 2021 ini,” ucap dia.
Formappi meminta catatan resmi fraksi-fraksi tersebut mestinya menjadi bahasan utama pada paripurna nanti. Formappi berharap anggota DPR mulai realistis untuk mengabaikan RUU-RUU Kontroversial demi banyak RUU-RUU lain yang lebih mendesak.
Jika keberatan-keberatan ini didiskusikan pada paripurna, Formappi berharap agar pada akhirnya RUU Kontroversial sebagaimana yang disebutkan oleh Fraksi Golkar batal masuk dalam daftar prioritas 2021.
Baca Juga: Tugas baru Bank Indonesia (BI) jadi standby buyer SBN saat krisis keuangan
Formappi menilai, pembahasan RUU mengalami kendala dengan pelaksanaan rapat yang masih dilakukan secara virtual. Tak bakal ada proses perdebatan serius jika rapat virtual yang dilakukan. Minimnya kesempatan berdebat secara mendalam itu bisa mengancam mutu RUU yang dihasilkan DPR juga mengancam minimnya partisipasi publik.
“Target yang lebih realistis pada tahun 2021 ini tentu penting didukung mengingat keterbatasan karena situasi pandemi masih menjadi tantangan serius kita ke depan,” tutur Lucius.
Selanjutnya: Rapat paripurna DPR putuskan perpanjang pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News