Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menyebut Indonesia memiliki potensi hingga Rp 60 triliun dari kebutuhan makanan jemaah haji dan umrah.
Bukan tanpa alasan, Zulhas mengungkapkan, saat ini sebagian besar kebutuhan makanan jemaah haji dan umrah masih disuplai dari negara lain.
"Kita ada 221.000 jamaah, kemudian ada 1,7 (juta) jamaah umroh besar sekali, itu nilainya bisa Rp 50 triliun- Rp 60 triliun makanan saja. Ini sekarang sebagian besar itu disuplai oleh negara lain," ujarnya saat ditemui di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Rabu (3/12/2025).
Untuk menggarap potensi jumbo tersebut, pemerintah baru saja membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Haji dan Umrah. Zulhas mengatakan, fokus kerja Pokja dalam waktu singkat ini adalah masalah suplai makanan bagi jemaah.
Baca Juga: Diancam Dibekukan, Bea Cukai Siap Berbenah Besar-Besaran
“Nah, ini kita akan coba bagaimana agar kita bisa mensuplai kalau enggak bisa seluruhnya, sebagian-sebagian, sesuai kemampuan kita dulu,” katanya.
Keuntungan dari upaya ini bukan hanya manfaat ekonomi yang kembali menjadi milik Indonesia sebagai supplier. Zulhas menyebut, keberhasilan menyuplai makanan secara mandiri dapat menjadi alat tawar untuk menekan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
"Setidaknya Pak Menteri Haji, itu makanan kita ongkosnya bisa lebih turun. Nah, ini tentu akan bermanfaat untuk jamaah, ongkosnya bisa diturunin, sekurang-kurangnya ongkos hajinya juga tidak naik, mungkin bisa turun, tapi sekurang-kurangnya tidak naik," tegas Zulhas.
Meskipun demikian, lanjut dia, ada beberapa hambatan perdagangan yang harus segera diatasi, terutama terkait regulasi pangan. Salah satunya adalah standarisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang diterapkan di Arab Saudi.
Untuk mengatasi ini, Zulhas mengatakan Pokja telah memutuskan agar BPOM Indonesia segera berkomunikasi dengan otoritas Saudi. Tujuannya adalah menghilangkan hambatan perdagangan untuk makanan, baik siap saji maupun fresh food.
Jika negosiasi langsung terhambat, Pokja juga akan mempelajari skema alternatif yang lebih taktis. Menurutnya, Indonesia telah memiliki perjanjian dagang Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan Uni Emirat Arab (UEA).
"Apakah mungkin kalau dengan Arab Saudi perjanjian belum selesai, kan kita sudah CEPA dengan UEA, itu sudah bebas, kirim apa saja kita tidak ada pajak. Dari UEA nanti baru ke sana. Apakah kemungkinan itu nanti Pokja akan pelajari," pungkasnya.
Baca Juga: Rosan dan Purbaya Matangkan Rencana Proyek KCIC Sebelum Berangkat Ke China
Selanjutnya: Diancam Dibekukan, Bea Cukai Siap Berbenah Besar-Besaran
Menarik Dibaca: iPhone 15 Plus Bawa Layar Super Retina XDR OLED, Dilindungi Ceramic Shield Glass
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













