Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Melalui tiga kali revisi itu, Ditjen Pajak telah memperluas cakupan penerimanya. Semula, hanya 102 klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang dapat menikmati insentif tersebut sesuai PMK 23/2020. Kemudian, dengan PMK 44/2020, jumlah KLU diperluas menjadi 846. Sekarang, dengan PMK 86/2020 jumlah KLU bertambah lagi menjadi 1.013.
Yon menyampaikan untuk PPh Pasal 25 merupakan bagian yang diperhitungkan sebagai shortfall penerimaan pajak. Sehingga, alokasi dananya bukan berasal dari Rp 238 triliun anggaran PEN yang belum masuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
“Jadi kalau ada perluasan sektor atau KLU, atau periode akan mempengaruhi shortfall penerimaan pajak. Tidak berpengaruh ke pos belanja. Beda dengan PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP) yang merupakan bagian belanja,” ujar Yon kepada Kontan.co.id, Kamis (6/8).
Baca Juga: Guyur Rp 238 triliun demi pulihkan ekonomi, stimulus diperluas untuk empat hal ini
Adapun perkembangan sepanjang semester I-2020, realisasi penerimaan pajak sebanyak Rp 531,71 triliun, minus 12,01% year on year (yoy). Angka tersebut pun baru 44,35% dari target penerimaan pajak akhir tahun senilai Rp 1.198,82 triliun.
Artinya, agar penerimaan pajak tidak mengalami shortfall, maka pada semester II-2020, otoritas harus mengantungi pundi-pundi pajak sebanyak Rp 667,11 triliun.
Di sisi lain, Direktur Perpajakan II Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu Yunirwansyah menambahkan seluruh wajib pajak dapat memanfaatkan fasilitas ini, tidak terlepas dari perusahaan yang memperdagangkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI).
“Untuk emiten, sepanjang memenuhi ketentuan KLU tetap mendapatkan pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 50%,” kata Yunirwansyah kepada Kontan.co.id, Kamis (5/8).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News