Reporter: Noverius Laoli | Editor: Azis Husaini
JAKARTA. Pemerintah membantah telah kalah dalam mengahadapi gugatan yang dilayangkan Churchill Mining Plc di Pengadilan Arbitrase Tribunal International Center for Settlement and Investment Dispute (ICSID). Pasalnya, dalam putusan sela yang dijatuhkan itu, Arbitrer hanya menolak keberatan Indonesia yang menolak dibentuknya tribunal arbitrase.
Karena itu, menurut Sekretaris Kabinet Dipo Alam, terlalu jauh bila dikatakan sejumlah media di Tanah Air pemerintah harus membayar ganti rugi sebesar US$ 2 miliar atau lebih dari Rp 20 triliun akibat kekalahan tersebut. "Indonesia tidak kalah dalam arbitrase itu. Arbitrer hanya menolak keberatan Pemerintah Indonesia yang berpendapat bahwa tribunal arbitrase hanya dapat dibentuk dengan persetujuan tertulis Pemerintah Indonesia," kata Dipo, Jumat (28/2).
Menurut Dipo putusan arbitrase ICSID itu merupakan hal yang lazim pada awal persidangan, dimana para pihak keberatan atas kewenangan pengadilan dalam mengadili sengketa mereka. Atas keberatan itu hakim memutuskan bahwa pengadilan yang bersangkutan berwenang memeriksa atas masalah yang disengketakan.
Setelah arbitrase memutuskan berwenang memeriksa perkara tersebut, maka proses selanjutnya adalah memeriksa pokok sengketa dengan memeriksa bukti-bukti dan mendengar pendapat para ahli. "Jadi sama sekali belum ada kalah menang dalam sengketa tersebut, apalagi harus membayar sejumlah uang kepada pihak Churchill. Jalan menuju putusan masih panjang. Akan banyak terjadi debat dalam persidangan arbitrase itu sebelum sampai pada putusan," kata dia.
Karena itu, Dipo bilang, pemerintah akan mempersiapkan pembelaan sebaik-baiknya untuk membuktikan bahwa Indonesia di pihak yang benar, sekaligus berupaya memenangkan sengketa tersebut. Indonesia meyakini bahwa Churchill Mining telah melakukan cara-cara berbisnis yang tidak taat hukum dan taat etis.
Pasalnya, berdasarkan hukum Indonesia akuisisi diam-diam yang dilakukan Churchill Mining terhadap Ridlatama tersebut dilarang. Pasalnya, sangat mungkin Churchill berusaha mendapatkan kekayaan bumi Indonesia secara gratis dengan menghindari kewajiban-kewajiban yang ada termasuk pajak dan royalty.
Sebagaimana diketahui ICSID telah menolak keberatan atau juridictional challenges Indonesia dalam sengketa izin tambang dengan Churchill Minings Plc. Keputusan tersebut dikeluarkan oleh tribunal yang terdiri dari Gabrielle Kaufmann-Kohler sebagai president, Michael Hwang S.C dan Albert Jan van den Berg sebagai arbitor.
Kasus ini bermula dari terjadinya tumpang tindih izin pertambangan batubara di Indonesia. Pemerintah menilai Churchill Mining berupaya melakukan penambangan di Indonesia secara tidak sah dengan mengakuisisi perusahaan lokal (Ridlatama Group) secara diam-diam.
Atas keputusan pemerintah itu, Churchill Mining Plc mengajukan gugatan ke ICSID pada 22 Mei. Lalu, pada 30 Mei 2012 silam, ICSID telah mengirim pemberitahuan kepada pihak pihak tergugat, yaitu Presiden Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Kehutanan, Menteri Luar Negeri, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Bupati Kutai Timur. Dalam gugatannya, Churchill menuntut ganti rugi sebesar 2 miliar dollar AS kepada pemerintah Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News