Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pemerintah Indonesia kalah atas gugatan yang dilayangkan perusahaan tambang asal Inggris Churchill Mining Plc. Karena itu, pemerintah sedang mengumpulkan kekuatan untuk mengajukan keberatan terhadap putusan yang dibuat oleh Arbrital Tribunal Gabrielle Kaufmann-Kohler, Michael Hwang S.C., dan Albert Jan van den Berg tersebut.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Mahendra Siregar mengatakan pemerintah sedang mengkaji lebih lanjut bagaimana mengajukan keberatan terhadap putusan itu. Dalam hal ini pemerintah berkoordinasi dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Jaksa Agung.
"Sehingga kita bisa menyampaikan proses keberatan," ujar Mahendra yang dijumpai di Rakor Energi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Jakarta, Jumat (28/2).
Mahendra menjelaskan keputusan yang diambil oleh Arbrital Tribunal itu dirasa kurang tepat. Pasalnya, jelas bahwa proses dari kepemilikan saham investor Churchill tidak sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang ada.
Karena itu dengan mengajukan keberatan maka pemerintah dapat mempunyai kesempatan untuk menjelaskan dan melengkapi hal-hal yang dibutuhkan.
Sebagai informasi, upaya pemerintah mengganjal langkah hukum arbitrase Churchill Mining gagal. Badan Arbitrase International Centre for Settlement of Investment Dispute (ICSID) menyatakan menolak keberatan pemerintah Indonesia atas gugatan perusahaan tambang Churchill, yang merasa dirugikan oleh kebijakan pemerintah Indonesia melalui mekanisme arbitrase.
Permasalahan ini berawal dari pencabutan empat izin usaha pertambangan (IUP) milik Ridlatama yang sahamnya dimiliki Churchill oleh Bupati Kutai Timur Isran Noor. Pertimbangan bupati ini berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada pemeriksaan tahun 2006-2008, di mana ada indikasi empat izin tersebut palsu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News