Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pemerintah menegaskan tidak ada diskon bea keluar (BK) ekspor mineral olahan yang diberikan pada PT Freeport Indonesia (Freeport). Informasi tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan Chatib Basri di Jakarta, Jumat akhir pekan lalu (25/4).
Menurut Chatib, pihaknya tetap mengacu pada kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang mewajibkan pembangunan smelter atau fasilitas pemurnian mineral. "BK adalah kebijakan agar perusahaan bikin smelter. Selama belum dibangun (smelter), BK tidak bisa diubah," ujarnya di Kementerian Keuangan, Jum'at (25/4).
Besaran BK yang ditetapkan pemerintah adalah 25-60%. Kemenkeu baru akan menetapkan pengurangan BK jika sudah mengantongi rekomendasi dari Kementerian ESDM. Meski demikian, Chatib mengaku belum mengetahui mekanisme penilaian agar sebuah perusahaan masuk kategori pengurangan BK.
Terbuka kemungkinan, proses penilaian berjalan dari dana yang diinvestasikan untuk pembangunan hingga 'groundbreaking' smelter. Pemerintah kemudian akan melihat progress pembangunan. Jika smelter tak kunjung diselesaikan, BK akan dinaikkan kembali.
Namun, Chatib menegaskan pemerintah tak pernah bermaksud melarang ekspor. Senada dengan Menkeu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan, keharusan pengenaan BK adalah implementasi dari Undang-undang Minerba yang telah melarang ekspor mineral mentah. "Kita tak mungkin melanggar UU Minerba. Sebelum ada smelter, dikenakan BK," pungkasnya.
Hatta menegaskan jika pabrik sudah membangun smelter, maka BK menjadi 0%. Namun, hal tersebut bukan diskon atau privilese yang diberikan ke perusahaan, melainkan adalah aturan yang menyebut perusahaan tak perlu membayar jika smelter sudah selesai 100%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News