Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Chief Economist Pefindo, Suhindarto, menilai kuartal IV tahun ini menjadi momentum yang paling tepat bagi pemerintah untuk menerbitkan Dimsum Bond.
Menurutnya, penerbitan ideal dilakukan ketika biaya dana di pasar RMB offshore berada pada titik terendah atau trennya menunjukkan potensi penurunan lebih lanjut.
“Keputusan ini sangat tergantung pada analisis timing di pasar Tiongkok, bukan semata-mata kondisi SBN domestik,” kata Suhindarto kepada Kontan, Senin (6/10/2025).
Ia menjelaskan, saat ini imbal hasil obligasi pemerintah Tiongkok 10 tahun berada pada tingkat yang relatif rendah, yakni sekitar 1,7%–1,9%. Kondisi ini mengindikasikan biaya pinjaman RMB yang sangat kompetitif dan menarik.
Menurutnya, penurunan yield SBN domestik memang menjadi sinyal positif bagi pasar obligasi dalam negeri, namun tidak secara langsung menentukan waktu penerbitan Dimsum Bond. Pasalnya Dimsum Bond diterbitkan sebagai bagian dari strategi diversifikasi, baik dari segi mata uang maupun basis investor, untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dan euro.
"Karena itu, fokus analisis harus tetap pada dinamika penawaran dan permintaan RMB offshore serta kebijakan moneter PBoC, yang menjadi penentu harga offshore," ungkapnya.
Baca Juga: Dimsum Bond Bakal Rilis Akhir Tahun, Ekonomi Nilai Waktunya Tepat untuk Pembiayaan
Suhindarto mengingatkan, faktor protokol pasar modal juga penting. Karena Dimsum Bond bersifat tradeable, waktu penerbitannya tidak bisa diumumkan jauh-jauh hari.
“Penerbitan harus dilakukan pada saat window pasar terbuka, yaitu periode di mana pasar tenang dan permintaan investor global terhadap aset RMB sedang tinggi. Dengan begitu, pricing bisa lebih efisien dan penyerapan obligasi optimal,” jelasnya.
Kupon Dimsum Bond
Terkait bunga (kupon), ia menekankan bahwa kisaran bunga Dimsum Bond akan ditentukan oleh mekanisme pasar melalui proses bookbuilding.
“Pemerintah tidak dapat menetapkan bunga secara sepihak. Bunga yang ditawarkan harus mencerminkan imbal hasil obligasi pemerintah Tiongkok dengan tenor serupa sebagai tingkat acuan bebas risiko, ditambah dengan premi risiko (spread) yang sesuai dengan peringkat kredit Indonesia,” kata Suhindarto.
Menurutnya, premi risiko sangat penting karena obligasi Indonesia meskipun berdenominasi RMB tetap membawa risiko kredit yang berbeda dengan obligasi pemerintah Tiongkok.
“Pemerintah akan berusaha menargetkan bunga serendah mungkin yang masih cukup menarik untuk mengalahkan instrumen investasi RMB offshore lainnya dan menarik investor yang berburu yield yang lebih tinggi,” imbuhnya.
Kondisi yield Tiongkok yang rendah saat ini memberikan ruang bagi Indonesia untuk mendapatkan biaya pendanaan yang lebih efisien di pasar RMB. Di atas adalah tren yield 10 tahun surat utang Tiongkok.
Baca Juga: Pemerintah akan Merilis Kangaroo Bond Agustus 2025 dan Dimsum Bond di Kuartal IV 2025
Ia menambahkan, secara historis penerbit dengan peringkat kredit baik, mampu menerbitkan Dimsum Bond dengan coupon rate yang menurun dan tenor yang semakin panjang. Hal ini menandakan pasar RMB offshore tengah mencari aset yang solid.
Selain itu, dukungan dari kebijakan pemerintah Tiongkok juga menjadi faktor pendukung.
“Beberapa waktu terakhir pemerintah Tiongkok sedang mendorong perluasan penggunaan mata uang RMB melalui serangkaian langkah untuk mengembangkan obligasi berdenominasi yuan di Hong Kong. Hal tersebut bisa menjadi faktor yang baik untuk menjaring pendanaan berimbal hasil kompetitif bagi pemerintah,” jelasnya.
Faktor kunci
Lebih lanjut, Suhindarto menyoroti faktor kunci lain yang harus dicermati, yaitu kebijakan moneter People’s Bank of China (PBoC). Ia bilang PBoC memainkan peran sentral dalam menentukan suku bunga acuan dan likuiditas sistem keuangan Tiongkok.
"Kebijakan PBoC yang cenderung dovish dengan suku bunga rendah menjadi faktor pendorong utama melonjaknya pasar Dimsum Bond,” katanya.
Selain itu, risiko nilai tukar RMB/CNH dan Rupiah juga harus diperhatikan. Suhindarto menyebut diversifikasi mata uang harus dibarengi dengan manajemen risiko kurs yang cermat, agar pinjaman RMB tetap efisien secara keseluruhan.
Baca Juga: Penerbitan Dimsum Bond &Kangaroo Bond Jadi Langkah Atasi Risiko Volatilitas Mata Uang
Terakhir, ia mengingatkan pentingnya likuiditas di pasar CNH offshore serta profil permintaan investor.
“Likuiditas yang baik memastikan obligasi dapat diperdagangkan kembali dengan mudah, faktor yang sangat disukai investor. Pemerintah juga harus memahami siapa saja basis investor utama, misalnya bank sentral, bank komersial, dan manajer aset di Asia, untuk memastikan penyerapan obligasi berjalan sukses,” paparnya.
Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, ia menilai kuartal IV tahun ini adalah momentum yang tepat untuk penerbitan Dimsum Bond sekaligus memanfaatkan lingkungan suku bunga yang masih relatif akomodatif.
Selanjutnya: Epson Siap Perluas Produksi dan Sertifikasi TKDN di Indonesia
Menarik Dibaca: 5 Makanan yang Mengurangi Risiko Penurunan Kognitif Setelah Usia 55 Tahun, Apa Saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News