Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan lebih hati-hati dalam mengelola Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021 di tengah pandemi virus corona.
Padahal, awal bulan lalu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah menyampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) tentang Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Tahun 2021 dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi berada di level 4,5%-5,5%.
Sementara untuk, inflasi di rentang 2%-4%, tingkat suku bunga SBN 10 tahun 6,67%-9,56%.
Baca Juga: Pemerintah bisa petakan lagi prioritas pagu belanja kementerian/lembaga tahun 2021
Lalu, nilai tukar rupiah di level Rp 14.900-Rp 15.300 per dollar Amerika Serikat (AS). Kemudian, harga minyak mentah Indonesia US$ 40-US$ 50 per barel. Selanjutnya, lifting minyak bumi 677 ribu-737 ribu barel per har, serta lifting gas bumi 1.085-1.173 barel setara minyak per hari.
Kendati demikian, setelah KEM-PPKF 2021 diajukan, pemerintah menyiapkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020.
Ketika beleid tersebut disahkan, Menkeu Sri Mulyani pun memanfaatkan kesempatan untuk memperlebar defisit APBN dari aturan awal 3% terhadap produk domestik bruto (PDB), menjadi 5,07%, meluas lagi jadi 6,27%, dan terakhir hingga 6,34% terhadap PDB.
Baca Juga: Pemerintah Optimistis Ekonomi 2021 Mulai Pulih
Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Ubaidi Socheh Hamidi mengatakan pihaknya akan mengelola RAPBN tahun depan lebih prudent, dengan mempertimbangkan segala skenario yang ada.
“Sesuai dengan siklus penganggaran, akan disampaikan pemerintah ke DPR pada bulan Agustus 2020,” kata dia kepada Kontan.co.id, Senin (8/6).