kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Pemeriksaan pajak sektor properti tak maksimal


Jumat, 22 November 2013 / 07:52 WIB
Pemeriksaan pajak sektor properti tak maksimal
ILUSTRASI. Berikut cara memanfaatkan limbah sisa kulit jeruk dan lemon yang ada di rumah.


Reporter: Anna Suci Perwitasari | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. Upaya Ditjen Pajak (DJP) mendongkrak pendapatan negara dari pajak properti sepertinya sia-sia. Sebab, walau berpotensi menyumbang penerimaan perpajakan mencapai Rp 40 triliun, nyatanya nilai surat ketetapan pajak (SKP) yang sudah dikeluarkan otoritas pajak di Indonesia itu nilainya tidak lebih dari Rp 1 triliun.


DJP memang banyak berharap dari pemeriksaan pajak properti yang dilakukan sejak Agustus 2013 lalu. Dengan memeriksa sekitar 9.000 wajib pajak (WP) baik perorangan atau pun badan, diharapkan mampu menutup kekurangan penerimaan pajak tahun ini.


Potensi penerimaan pajak sebesar Rp 40 triliun, cukup fantastis jika melihat realisasi penerimaan pajak sektor properti tahun lalu yang hanya sebesar Rp 15,42 triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Fuad Rahmany bilang, walau nilai SKP yang diterbitkan tidak sesuai harapan, namun pemeriksaan pajak properti akan terus dilaksanakan.

Setelah menyasar perusahaan besar, kali ini target pemeriksaan DJP adalah perusahaan properti kelas menengah. "Kelas menengah ini yang suka lolos dari pemeriksaan," katanya, Kamis (21/11).


Perusahaan properti kelas menengah, lanjut Fuad, biasanya membangun kondominium yang hanya diisi beberapa rumah saja. Jumlahnya sangat banyak dan tersebar di seluruh Indonesia.


Walau target potensi penerimaan pajak properti tahun ini belum tercapai, Fuad mengklaim ada perbaikan kepatuhan pembayaran pajak properti. Terbukti hingga akhir September 2013, penerimaan pajak properti naik cukup signifikan mencapai 34,1% menjadi Rp 15,01 triliun. Kenaikan terjadi karena pemberitaan pemeriksaan yang didengungkan sejak awal 2013.


Banyak alasan


Salah satu pejabat DJP yang tidak mau disebutkan namanya menceritakan, penyebab potensi pajak properti tidak bisa maksimal lantaran kurangnya jumlah pegawai pajak. Hal itu membuat pemeriksaan tidak berjalan sesuai rencana, apalagi satu perusahaan properti setidaknya membutuhkan minimal dua orang petugas pemeriksa.


Saat ini jumlah pemeriksa pajak hanya 5.000 orang, sehingga satu kantor pelayanan pajak (KPP) harus memeriksa setidaknya 200 perusahaan. "Padahal tahun ini juga sensus pajak," kata sumber tadi.


Alasan lain, Pajak kesulitan menggali data, dan waktu pemeriksaan yang pendek. Maklum selain memeriksa perusahaan, juga harus mengejar orang pribadi untuk mencocokkan datanya.


Pengamat perpajakan dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Ronny Bako realisasi Rp 1 triliun dari potensi Rp 40 triliun tidak masuk akal.


Untuk bisa mendapat hasil maksimal, Ronny menyarankan agar Ditjen Pajak tetap fokus memeriksa pengembang besar. Sebab biasanya harga jual pengembang besar juga sangat tinggi sehingga potensi penerimaan pajaknya juga cukup tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×