kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.775   -15,00   -0,10%
  • IDX 7.473   -6,24   -0,08%
  • KOMPAS100 1.155   0,64   0,06%
  • LQ45 915   1,60   0,18%
  • ISSI 226   -0,60   -0,26%
  • IDX30 472   1,43   0,30%
  • IDXHIDIV20 570   2,50   0,44%
  • IDX80 132   0,24   0,18%
  • IDXV30 140   1,26   0,90%
  • IDXQ30 158   0,58   0,37%

Pembahasan RUU Pilkada masih alot


Rabu, 24 September 2014 / 19:44 WIB
Pembahasan RUU Pilkada masih alot
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menghapus pencatatan saham PT Tunas Ridean Tbk (TURI) pada 6 April 2023.


Reporter: Agus Triyono | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang- undang Pemilihan Umum Kepala Daerah masih belum menemukan titik temu. Dalam Pembicaraan Tingkat I RUU tersebut masih ada tiga poin krusial yang belum bisa disepakati oleh fraksi- fraksi di DPR, yaitu; mekanisme pemilihan, pengaturan mengenai politik dinasti.

Dalam kaitannya dengan mekanisme pemilihan kepala daerah misalnya, sejumlah fraksi masih bersikukuh dan ingin agar kepala daerah cukup dipilih melalui DPRD saja.

Fraksi Partai Golkar, salah satu partai pendukung mekanisme ini, melalui Nurul Arifin, juru bicara mereka mengatakan dalam pandangan mini fraksinya mengatakan ada beberapa pertimbangan khusus kenapa partainya tidak ingin pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung seperti sekarang ini.

Salah satunya, banyaknya permasalahan yang mewarnai sistem pemilihan kepala daerah secara langsung. Nurul mengatakan bahwa pemilihan kepala daerah secara langsung selama ini seringĀ  telah menyuburkan praktik politik uang dan korupsi. Selain itu, sistem tersebut juga sering menimbulkan konflik horisontal di kalangan pendukung pasangan calon.

"Merebaknya politik uang dalam sistem ini telah membuat politik berbiaya tinggi, ituĀ  juga membuat banyak kepala daerah banyak tersangkut kasus korupsi, maka itu kami Fraksi Partai Golkar berpendapat sistem pemilihan kepala daerah langsung perlu dievaluasi sekarang," katanya Rabu (24/9).

Abdul Malik Haramain, juru bicara Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai pendukung pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung menentang keras anggapan Nurul tersebut. Menurutnya, kalau mekanisme pemilihan kepala daerah dilakukan lewat DPRD justru itu akan mendistorsi kemajuan demokrasi di dalam negeri. Sebab, mekanisme pemilihan tersebut akan menghilangkan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi.

Abdul Hakam Naja, Ketua Panitia Khusus RUU Pilkada sementara itu mengatakan akan membawa dan menyerahkan semua perbedaan pendapat tersebut ke Rapat Paripurna DPR yang rencananya akan dilaksanakan Kamis (25/9). Dia berharap, semua perbedaan menyangkut pembahasan RUU Pilkada, khususnya menyangkut mekanisme pemilihan kepala daerah bisa disederhanakan di rapat tersebut.

Hal senada juga disampaikan oleh Gamawan Fauzi, Menteri Dalam Negeri. "Kami setuju dibawa ke Paripurna, biarlah Paripurna yang memutuskan," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×