kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.800   -4,00   -0,03%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

Golkar: Pemilu langsung lebih tidak demokratis


Rabu, 24 September 2014 / 17:53 WIB
Golkar: Pemilu langsung lebih tidak demokratis
ILUSTRASI. Simak 5 keuntungan sewa mobil untuk mudik lebaran


Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Fraksi Partai Golkar mendukung agar pemilihan kepala daerah dilaksanakan melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Hal tersebut merupakan pandangan final Fraksi Partai Golkar, yang dibacakan pada rapat pengambilan keputusan tingkat I antara Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah, Rabu (24/9).

"Di dalam UUD 1945 dinyatakan, gubernur, bupati, wali kota dipilih secara demokratis. Partai Golkar berpandangan, (pemilihan) langsung ataupun oleh DPRD sama-sama demokratis dan tidak mengurangi kadar legitimasinya," ujar anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar, Nurul Arifin, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Namun, Nurul menjelaskan, dalam pelaksanaan pilkada langsung, yang terjadi hanyalah menghasilkan demokrasi prosedural, bukan demokrasi substansial. Mekanisme politik yang terjadi pada pelaksanaan pilkada langsung justru tidak lebih demokratis dibanding lewat DPRD.

Ia kembali menyinggung permasalahan yang timbul dalam pilkada langsung, seperti terjadinya politik uang, pengerahan aparat birokrasi, hingga munculnya kekerasan.

"Dalam pelaksanaannya, pemilu langsung justru lebih tidak demokratis dibandingkan pemilu tidak langsung," papar dia.

"Oleh karena itu, Partai Golkar berpendapat untuk mengevaluasi sistem pilkada secara langsung dan susun formula baru sesuai dengan Pancasila sila keempat. Fraksi Partai Golkar menilai, pemilihan kepala daerah yang cocok dengan kebudayaan Indonesia adalah dipilih melalui perwakilan DPRD, yang juga dipilih oleh rakyat," kata Nurul.

Selain menyepakati pilkada melalui DPRD, Nurul juga menjabarkan perlunya uji publik dan larangan politik dinasti. Larangan politik dinasti yang disetujui Partai Golkar hanya sebatas pada hubungan suami istri, tidak sampai pada hubungan darah, seperti anak ataupun saudara.

"Hal-hal yang belum diputuskan di Komisi II bisa dibawa ke (rapat) paripurna," ungkap Nurul.

Pada rapat kali ini, sembilan fraksi di DPR akan menyampaikan pandangannya terkait RUU Pilkada. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyebut adanya enam isu yang masih belum menemukan titik temu, antara lain mekanisme pilkada langsung atau tidak langsung, pemilihan paket atau tunggal, pilkada satu putaran, dan soal pemilu serentak.

Apabila rapat kali ini tidak mencapai kata mufakat, maka proses pengambilan keputusan akan dilakukan dalam sidang paripurna pada Kamis (25/9/2014). Kemungkinan besar, pengambilan keputusan akan dilakukan melalui voting. (Sabrina Asril)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×