Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBJ) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan stimulus fiskal berupa perpanjangan waktu pembayaran kredit cukai hasil tembakau (CHT) dari dua bulan menjadi tiga bulan. Otoritas mencatat sudah banyak perusahaan rokok yang menikmati insentif itu.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30/PMK.04/2020 tentang Penundaan Pembayaran Cukai Untuk Perusahaan Pabrik Atau Importir Barang Kena Cukai Yang Melaksanakan Pelunasan Dengan Cara Peletakan Pita Cukai. Stimulus ini dalam rangka menjaga kas perusahaan rokok dalam menghadapi dampak ekonomi akibat corona virus disease 2019 (Covid-19).
Baca Juga: Bea Cukai beri pengaturan proses administrasi dan pemanfaatan SKA selama covid-19
Berdasarkan data Bea Cukai yang dihimpun Kontan.co.id menunjukkan sejak penundaan pembayaran cukai berlaku pada 9 April 2020 sampai 29 April 2020, pemerintah sudah memberikan relaksasi cukai sebanyak Rp 9,93 triliun. Adapun total ada 77 pabrik rokok yang menerima relaksasi penundaan pembayaran cukai itu.
Secara nilai pemanfaatan insentif paling banyak dari 8 pabrikan rokok golongan I senilai Rp 8,34 triliun, 63 golongan II sebanyak Rp 1,58 triliun, dan 6 golongan III sebesar Rp 9,1 miliar.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai DJBC Kemenkeu Nirwala menyampaikan bahwa adanya PMK 30/2020 sangat membantu perusahaan rokok saat ini. Nirwala bilang demand rokok saat ini sedang turun akibat implementasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang menyebabkan konsumsi rokok turun.
Sepemantauan, Bea Cukai PSBB di tiap daerah berbeda-beda. Malang misalnya jam sibuk masyarakat di sana lebih pendek, begitu pula dengan berkurangnya jam operasional toko ritel yang tutup lebih awal. Sementara di DKI Jakarta meski PSBB diterapkan lebih dulu, tapi cenderung fleksibel karena beberapa toko yang menjajarkan rokok masih buka seperti biasa.
Baca Juga: Perkuat distribusi, Indonesian Tobacco (ITIC) yakin penjualan naik 20% di tahun ini
Padahal, dari sisi supply rokok, Nirwala bilang kapasitas produksi rokok di pabrikan sudah mencukupi sampai pertengahan tahun depan. “Ini adalah obat yang dibutuhkan sangat membantu cashflow perusahaan rokok. Karena kalau dilihat juga karena corona sudah banyak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Jadi konsumsi rokok otomatis turun,” kata Nirwala kepada Kontan.co.id, Senin (4/4).
Kata Nirwala, pada Maret-April 2020 pemesanan pita cukai mengalami kenaikan yang drastis dari biasanya Rp 500 miliar per hari menjadi Rp 1,5 triliun per hari. Ini disebabkan kekhawatiran industri, bahwa PSBB akan menghambat laju distribusi rokok.
Sementara itu, dari sisi penerimaan cukai, Nirwala bilang memang beleid ini sudah terasa sejak bulan lalu. Karenanya sebagian penerimaan cukai rokok yang bisa bisa dibayarkan April 2020 tertunda.
Baca Juga: Ini biang kerok rugi bersih yang diderita Indonesian Tobacco (ITIC) di 2019 silam
Namun bulan lalu penurunannya tidak drastis sebab, mayoritas penerimaan cukai pada April merupakan pelunasan dari pemesanan Februari 2020. Artinya, pembayaran pita cukai bulan lalu masih menggunakan aturan lama di mana batas akhir pelunasannya selama dua bulan.
“Sampai Mei 2020 masih bisa bertahan, karena menggunakan aturan lama. Nanti penerimaan cukai akan keliatan sekali di Juni karena relaksasi pemesanan April dibayar Juli. Tapi ini hanya penundaan, bea cukai tidak mengenal pembebasan cukai seperti misalnya tax expenditure,” ujar Nirwala.
Adapun realisasi penerimaan cukai sepanjang Januari-Maret 2020 sebesar Rp 29,14 triliun. Lebih tinggi dibanding realisasi penerimaan cukai dalam periode sama tahun lalu senilai Rp 21,35 triliun.
Baca Juga: Aktivitas ekonomi terganggu dan insentif, penerimaan pajak shortfall Rp 388,5 T
Kinerja moncer pada kuartal I-2020 itu, utamanya disumbang penerimaan cukai hasil tembakau mencapai Rp 27,73 triliun. Angka tersebut tumbuh 37,8% jika dibandingkan dengan kuartal I-2019 sebesar Rp 20,1 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News