Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonomi digital telah dan terus menjadi motor penggerak ekonomi. Manfaat digitalisasi merangsek di segala lini kegiatan masyarakat.
Data dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan bahwa antara 2014 hingga 2024, sektor informasi dan komunikasi (infokom) mencatatkan kontribusi rata-rata 8,64% terhadap pertumbuhan ekonomi digital Indonesia, bahkan sektor ini menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan sektor lainnya.
Baca Juga: DJP Kumpulkan Pajak Fintech P2P Lending & Kripto Rp 4,36 Triliun Hingga Januari 2025
Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Magister Ekonomi Terapan (MET) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran (FEB UNPAD) pada Senin (17/2), Koordinator Tim Neraca Pembayaran, Direktorat Perencanaan Makro dan Analisis Statistik Bappenas Khalisah Mutiara Purnamasari mengungkapkan bahwa nilai ekonomi digital Indonesia, yang diukur dengan gross merchandise value (GMV), terus meningkat.
Pada 2024, GMV diprediksi mencapai US$90 miliar, dan pada 2030 diperkirakan akan mencapai antara US$200 miliar hingga US$360 miliar.
Dari nilai ekonomi yang besar, hingga saat ini, perdagangan daring masih mendominasi dengan nilai transaksi US$65 miliar, disusul oleh perjalanan daring (US$9 miliar), transportasi makanan (US$ 9 miliar) serta media dengan GMV US$ 8 miliar.
Menurut Khalisah, teknologi telah memberikan dampak positif bagi ekonomi. Indonesia bahkan menjadi pasar terbesar untuk ekonomi digital di Asia Tenggara yakni sebesar 414% dari 2017-2021 dan diestimasi akan meningkat delapan kalil lipatnya.
Baca Juga: Transformasi Digital Diramal Bakal Dorong PDB hingga US$ 1,34 Triliun di 2029
Implementasi transformasi digital juga diyakini akan memberikan dampak positif, papar Khalisah, akan bertambah sebesar US$ 1,19 triliun hingga USD 1,34 triliun. Sementara, peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,4% per tahun.
“Potensi penerimaan pendapatan dari ekonomi digital mencapai US$ 130 miliar serta meningkatkan tenaga kerja hingga 150,76 juta orang hingga 156,96 juta orang,“ papar Khalisah.
Rina Indiastuti, Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran menambahkan, ekonomi digital berguna untuk semua masyarakat. Tak hanya sekadar melakukan transaksi,
“Masyarakat juga mendapatkan derasnya aliran informasi ke masyarakat. Semua orang bisa terlibat dalam ekonomi digital hanya dengan smartphone,” ujar Rina dalam kesempatan yang sama.
Baca Juga: Bappenas Sebut Nilai Ekonomi Digital Capai US$ 90 Miliar di 2024
Penggunaan digital selama ini mayoritas masih untuk transkasi dan yang lebih banyak mendorong konsumsi.
Rina yang juga mantan rektor Unpad periode 2019-2024 menyebut, teknologi berdampak positif dan negatif sekaligus. Perkembangan digital mampu mendorong ekonomi. Banyak cerita sukses yang lahir dari ekonomi digital.
“E-commerce dan transaksi digital adalah contohnya. Dari sini lahir pebisnis baru yang berjualan dan bertransaksi digital,” sebut dia.
Pemasaran atau marketing via media sosial berkembang seperti di tiktok, Instagram dan banyak lagi.
Meski begitu, tantangan juga mengintai antara lain infrastruktur yang belum merata, termasuk akses, intergrasi hingga manfaat terhadap produksi.
“Yang juga harus diselesaikan adalah ketimpangan yang makin melebar,” ujar Rina.
Baca Juga: Di Tengah Pelemahan Daya Beli, Pelaku Usaha Perlu Strategi Tepat
Rina menyebut, penciptaan dan pemanfaatan ekosistem ke depan harus mampu menciptakan peluang untuk terobosan, mulai dari pemikiran, kebijakan, inovasi dan hingga menciptakan peluang bisnis.
“Ini yang sedang kita perjuangkan bersama dengan semua stakeholder, “ sebut Rina.
Teknologi bukan segalanya, butuh kecerdasan untuk memanfaatkan agar akselerasinya mampu membantu masyarakat.
Setali tiga uang, Eko Heru Prasetyo, Pengajar dan Peneliti, Institute Science of Tokyo dalam kesempatan yang sama menambahkan salah satu tantangan bagi perkembangan digital adalah literasi.
“Literasi ke pengguna digital sendiri yang belum optimal,” ujar dia.
Aruna, startup yang berkonsentrasi di sektor maritim sebagai contoh. “Banyak nelayan yang belum mampu memanfaatkan,” ujar dia.
Baca Juga: Kecepatan Internet Di Sebuah Negara Tergantung Banyak Faktor, Ini Fakta di Indonesia
Gambaran lain, dalam riset dan wawancara oleh Eko atas pengemudi ojek online juga mendapati, literasi ke pengemudi online yang minim juga membuat ojek masih gagal memaksimalkan pendapatan.
Sisi lain, “Bisnis seperti ojek online juga dikontrol oleh algoritma,” ujar Eko.
Lewat penggunaan algoritma, pebisnis bisa dengan mudah mengontrol pengemudi online.
“Pebisnis bisa mengontrol, dari verifikasi, regulasi, jam kerja hingga pendapatan. Jadi dengan algoritma, mereka seperti dikompetisikan seperti film Hunger Games,” ujar Eko
Ia berharap stakeholder seperti pemerintah melihat fenomena ini untuk melakukan pengaturan, adanya kewajiban literasi, sekaligus perlindungan bagi pengemudi ojek.
Selanjutnya: Jadwal Play-off 16 UCL Pekan Ini: Milan vs Feyenoord, Man City vs Real Madrid
Menarik Dibaca: Hati-hati Terhadap Link Saldo Dana Kaget yang Mengatasnamakan Aplikasi Dana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News