kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.933.000   17.000   0,89%
  • USD/IDR 16.378   49,00   0,30%
  • IDX 7.859   -31,86   -0,40%
  • KOMPAS100 1.103   -7,60   -0,68%
  • LQ45 822   -6,76   -0,82%
  • ISSI 265   -0,92   -0,35%
  • IDX30 425   -3,33   -0,78%
  • IDXHIDIV20 494   -1,99   -0,40%
  • IDX80 124   -0,75   -0,60%
  • IDXV30 131   0,35   0,27%
  • IDXQ30 138   -0,83   -0,60%

Korupsi di Asia Tenggara: Indonesia Raih Skor 37 di CPI 2024, Masih Jadi PR Besar


Sabtu, 23 Agustus 2025 / 10:56 WIB
Korupsi di Asia Tenggara: Indonesia Raih Skor 37 di CPI 2024, Masih Jadi PR Besar
ILUSTRASI. Pekerja membersihkan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2024). Berdasarkan Transparency International skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 di angka 43 dengan peringkat 115 atau merosot dari tahun sebelumnya di peringkat 110. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Korupsi masih menjadi salah satu tantangan paling serius di kawasan Asia Tenggara. Praktik ini tidak hanya memperlambat pertumbuhan ekonomi, tetapi juga melemahkan institusi publik dan memperlebar kesenjangan sosial.

Melansir laman Seasia pada Sabtu (23/8/2025), menurut Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 yang dirilis Transparency International, korupsi di sektor publik tetap menjadi persoalan besar di banyak negara Asia Tenggara.

Baca Juga: Saksi Kasus Iklan Bank BJB, Lisa Mariana Akui Dapat Aliran Dana dari Ridwan Kamil

CPI menilai 180 negara dengan skor 0–100, di mana 0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih. Hasilnya menunjukkan sebagian besar negara di kawasan ini masih berjuang menekan praktik korupsi, baik di pemerintahan, penegakan hukum, maupun pelayanan publik.

Singapura: Pemimpin Regional dalam Tata Kelola

Singapura menjadi pengecualian positif di Asia Tenggara. Dengan skor 84, negara-kota ini menempati peringkat 3 dunia, mencerminkan keberhasilan membangun institusi kuat, penegakan hukum tegas, serta budaya transparansi.

Pendekatan Singapura yang menggabungkan penindakan hukum ketat dan akuntabilitas publik berhasil menarik investasi internasional serta menjadi tolok ukur bagi negara tetangga yang ingin memperbaiki tata kelola.

Baca Juga: Immanuel Ebenezer Cs Dijerat Pasal Pemerasan, Modusnya Persulit Sertifikat K3

Daratan Asia Tenggara: Tantangan yang Mengakar

Sebaliknya, negara seperti Myanmar (16/100, peringkat 168/180) dan Kamboja (21/100, peringkat 158/180) menghadapi tantangan korupsi yang sangat serius.

Suap, lemahnya transparansi, dan terbatasnya penegakan hukum menjadi penghambat pembangunan, menurunkan minat investasi asing, serta mengikis kepercayaan publik.

Negara lain seperti Thailand (34/100, peringkat 107/180), Laos (33/100, peringkat 114/180), dan Filipina (33/100, peringkat 114/180) berada di posisi menengah.

Meski tidak seburuk Myanmar atau Kamboja, praktik korupsi masih menghambat tata kelola yang adil, terutama di sektor pengadaan publik dan administrasi lokal. Reformasi sedang berjalan, namun progresnya masih lambat dan tidak merata.

Baca Juga: Setya Novanto Bebas Bersyarat, Simak Profil Lengkap dan Kasusnya

Indonesia: Perbaikan Bertahap

Indonesia mencatat skor 37/100 dan berada di peringkat 99 dunia. Meski masih tergolong rendah, skor ini menunjukkan adanya perbaikan dalam satu dekade terakhir.

Pemerintah masih menghadapi tantangan korupsi birokrasi dan politik, tetapi lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta inisiatif transparansi di pengadaan barang/jasa dan pelayanan publik memberi sinyal perbaikan.

Meski jalannya panjang, data CPI menunjukkan konsistensi kebijakan antikorupsi dan pengawasan publik dapat memperkuat tata kelola serta menekan praktik korupsi.

Baca Juga: Prabowo Akan Pimpin Langsung Pemberantasan Korupsi di Lembaga dan Pemerintahan

Brunei dan Catatan Regional

Brunei tidak tercatat dalam CPI 2024, sehingga sulit dilakukan perbandingan langsung.

Namun, gambaran besar Asia Tenggara tetap jelas: sebagian besar negara di kawasan masih harus berjuang keras melawan korupsi.

Dampaknya pun tidak sebatas ekonomi. Penelitian menunjukkan korupsi dapat memperlambat aksi iklim, termasuk upaya menekan emisi dan beradaptasi terhadap perubahan iklim.

Baca Juga: Rugikan Negara Rp 22 T, Pengusaha Ini Dapat Remisi 8 Bulan Penjara, Cek Alasannya

Menuju Tata Kelola yang Lebih Bersih

CPI 2024 menyoroti kontras tajam di Asia Tenggara. Singapura menjadi model transparansi, sementara negara lain masih terjerat korupsi yang menghambat pembangunan dan keadilan sosial.

Pemberantasan korupsi menuntut institusi yang kuat, keterlibatan masyarakat, serta komitmen jangka panjang pada transparansi.

Dengan belajar dari praktik terbaik, negara-negara Asia Tenggara dapat memperkuat integritas sektor publik, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta meningkatkan kualitas hidup warganya.

Hanya dengan menempatkan tata kelola bersih sebagai prioritas, kawasan ini bisa bergerak menuju masa depan yang lebih adil dan berkelanjutan.

Selanjutnya: Mengenali Korsleting Listrik: Penyebab, Tanda, dan Cara Mengatasinya

Menarik Dibaca: Levante Siap Tantang Barcelona di Pekan Kedua La Liga 2025

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×