Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Seorang pedagang emas di Pasar Mayestik Jakarta Selatan bernama Suhaemi Zakir melayangkan gugatan kepada PT Bank DKI karena dituding melakukan perbuatan melawan hukum. Pasalnya, Bank DKI menghalang-halangi eksekusi penetapan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait rekening sitaan milik Suhaemi. Sengketa ini terdaftar di PN Jakarta Pusat dengan No.176/Pdt.G/2014/Pn.Jkt.Pst pada 14 April 2014 lalu.
Kuasa hukum Suhaemi Rinaldi mengatakan kliennya adalah pemohon eksekusi pencairan sesuai penetapan PN Jakarta Pusat no. 07/Del/2013/Pn.Jkt.Pst. Bank DKI merupakan penyimpan dan penjaga rekening sitaan milik termohon eksekusi yakni
PD. Pasar Jaya.
"Dulu klien kami itu menggugat PD Pasar Jaya karena toko emasnya dibongkar pada malam hari dan semua emas sebanyak 10 kg gram hilang, itu yang bisa dibuktikan. Setelah menggugat Pasar Jaya, klien kami menang dan pembayarannya adalah rekening milik Pasar Jaya yang ada di Bank DKI," ujarnya kepada KONTAN, Kamis (11/9).
Lalu pada 7 Maret 2014, PN Jakarta Pusat telah melaksanakan eksekusi pencairan sesuai dengan penetapan pengadilan tertanggal 3 Maret 2014. Namun belum berhasil disita karena digagalkan dan dihalang-halangi Bank DKI. Pada 27 Maret 2014, PN Jakarta Pusat kembali melaksanakan eksekusi pencairan, namun tetap belum berhasil karena digagalkan Bank DKI.
Padahal dalam berita acara sita eksekusi PN Jakarta Pusat pada 27 Mei 2013, Bank DKI telah berjanji akan memberikan secara sukarela. Namun hal itu tidak dilaksanakan. Tindakan Bank DKI tersebut dinilai Rinaldi sebagai perbuatan melawan hukum (PMH). Akibat PMH Bank DKI, Rinaldi mengklaim kliennya mengalami kerugian materiil sebesar 10 kg emas murni atau uang setara dengan harga 10 kg emas murni.
Tindakan Bank DKI tersebut, lanjut Rinaldi, telah membuat kliennya stress dan menghilangkan hak ekonomi Suhaemi. Rinaldi juga menuding Bank DKI memiliki itikad tidak baik dan cenderung manipulatif terkait eksekusi tersebut. Sehingga wajar bila Suhaemi memohon agar Bank DKI dibebani dengan uang paksa sebagai jaminan agar Bank DKI melaksanakan putusan pengadilan dengan uang paksa Rp 100 juta per hari.
Sementara itu, kuasa hukum bank DKI Y.Sugiharto dalam berkas jawabannya mengatakan pihaknya dapat mencairkan dana tersebut sepanjang pihak juru sita pengadilan membawa surat perintah pemindahbukuan atau cek/bilyet giro dari PD Pasar Jaya selaku pemilik rekening. Hal itu diatur dalam surat keputusan direksi Bank Indonesia No.82/32/Kep/Dir dan surat edaran Bank Indonesia No.28/32/UPG.
"Media untuk pencairan rekening giro milik seorang nasabah adalah dengan menggunakan media berupa surat perintah pemindahbukuan atau cek," ujarnya.
Bank DKI menyatakan bila pencairan terlaksana di luar ketentuan hukum perbankan dan tidak sesuai dengan bunyi putusan pengadilan, hal itu akan menjadi preseden buruk dan menjadi yurisprudensi. Tentu saja hal itu akan menciderai asas kepatutan dan ketaatan atas hukum. Sengketa ini sudah memasuki pembuktian dan mendengarkan keterangan saksi dan ahli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News