Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. PT Jakarta Investment (JI) sebuah perusahaan penempatan dana investasi di bidang pasar modal melayangkan gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) kepada PT Asuransi Kredit Indonesia (PT Askrindo) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
JI juga menyertakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB), PT Terang Kita, sekarang menjadi PT Tranka Kabel, PT Multi Megah, PT Vitron International, PT Reliance Asset Management, PT Harvestindo Asset Management, sebagai tergugat dan PT Indowan Investama Group dan PT Natpac Asset Management sebagai turut tergugat.
Dalam gugatan yang terdaftar pada 16 Desember 2013 dengan nomor pendaftaran 573/PDT/2013/PN.JKT.PST tersebut, JI menuding Askrindo telah menjebaknya dalam kasus utang yang melibatkan nasabahnya. Dalam berkas gugatannya yang diperoleh KONTAN, Kuasa hukum JI Bonifasius Gungun dari Kantor Hukum Bonifasius & Associates menuduh Askrindo dengan sengaja melakukan rekayasa pembukuan.
Sengketa ini bermula ketika pada tahun 2000-2005 Askrindo melakukan kerjasama pemberian jaminan Letter of Credit (L/C) dengan beberapa bank seperti Bank Mandiri dan Bank Negara Indonesia (BNI) dengan nilai jaminan yang cukup besar. Dalam realisasi kerjasama itu, kedua bank memberikan jaminan L/C kepada beberapa nasabah Askrindo.
"Jauh hari sebelum JI dan Askrindo bekerjasama dalam penempatan dana investasi di bidang pasar modal dengan menggunakan instrumen kontrak pengelolaan dana (KPD), Repo Saham, Reksadana, dan titip jual obligasi, Bank Mandiri telah memberikan non cash loan (NCL) kepada nasabah-nasabah Askrindo dengan total outstanding per tanggal 14 Maret 2007 sebesar US$ 50,78 juta," terang Bonifasius.
Rinciannya, Tranka Kabel sebesar US$ 3,48 juta, Multi megah Internusa US$ 1,01 juta, Vitron International US$ 26,42 juta, Mentari Bahakti Jaya Utama US$ 0,70 juta, CV Porintdo qq. Trio Sakti Mitra Utama US$ 17,89 juta, Tri Kemindo Mandiri Pratama US$ 0,50 juta dan Trio Sakti Mitra Abadi US$ 0,78 juta.
Namun dalam perkembangannya, para nasabah Askrindo penerima jaminan L/C ini tidak mampu memenuhi kewajibannya. Akibatnya, Bank Mandiri dan BNI mencairkan rekening deposito yang digunakan sebagai sumber pembiayaan sebagai kewajiban nasabah Askrindo. Menyadari itu, Askrindo melakukan berbagai upaya menyelamatkan dirinya dengan cara pre-claim treatment kepada para nasabah penerima jaminan L/C. Askrindo melakukan pre-claim treatment dengan membeli surat sanggup/promisorry note Tranka Kabel senilai Rp 42,7 miliar dan memberikan dana talangan sebesar Rp 26 miliar untuk biaya operasional. Tapi ternyata pre-claim treatment dengan cara ini juga tidak berhasil.
Meskipun begitu, Askrindo kembali memberikan fasilitas berupa pembelian Medium Term Note (MTN) milik Tranka Kabel sebesar Rp 89 miliar, terbagi dalam tiga seri yaitu MTN seri A Rp 20 miliar, MTN seri B Rp 40 miliar dan TN seri C Rp 29 miliar yang jatuh tempo pada 30 November 2007. Selain itu, Askrindo juga memberikan fasilitas pinjaman sebesar Rp 140 miliar. Namun setelah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2005, disimpulkan terhadap fasilitas yang telah diberikan Askrindo terdapat Rp 173 miliar tidak didukung jaminan. Artinya Askrindo tidak meminta agunan dari Tranka Kabel.
Jadi sebelum Askrindo melakukan kerjasama dengan JI dengan menembatkan modal atau dana investasi, Askrindo telah mengalami kerugian akibat kegagalan pengembalian jaminan L/C dari para nasabahnya. Nah saat melakukan kerjasama dengan JI, Askrindo mempromosikan para nasabahnya tadi sebagai nasabah premium yang layak sebagai pengguna dana investasi yang ditempatkan di JI.
Rekayasa pembukuan
Menurut Bonifasius, sebelum bekerjasama dengan kliennya, Askrindo juga telah melakukan rekayasa pembukuan dengan membukukan penempatan investasi sebesar Rp 29 miliar pada JI sesuai laporan keuangan audited Askrindo pada tutup buku 31 Desember 2005. Padahal penempatan investasi dimulai pada 6 Januari 2006. "Hal ini membuktikan bahwa sejak awal Askrindo mempunyai niat melakukan PMH yang merugikan PT JI," tegas Bonifasius.
Askrindo menanamkan total dana investasi sebesar Rp 203 miliar pada JI dengan rincian, kontrak pengelolaan dana Rp 53 miliar, repo saham Rp 133 miliar, reksadana Rp 5 miliar, dan titip jual obligasi Rp 12 miliar. Dana investasi tersebut seluruhnya telah disalurkan JI kepada para nasabah Askrindo sesuai instruksi Askrindo. Mereka juga menyertakan jaminan masing-masing.
Persoalan muncul ketika pada 11 September 2013 Askrindo mengatakan JI baru melakukan pembayaran dana investasinya sebesar Rp 55,9 miliar dengan perhitungan Rp 16,2 miliar sebagai pengembalian pokok dan Rp 39,7 miliar sebagai pembayaran bunga investasi periode 2006-2010. JI menuding perhitungan itu tidak benar karena dari Rp 39,7 milar yang dinilai Askrindo sebagai bunga saja, di dalamnya mencakup pembayaran nilai pokok reksadana sebesar Rp 5 miliar.
Perhitungan Askrindo ini dinilai merugikan JI dan menyebabkan kerugian materil dan immateril pada perusahaan investasi tersebut. Karena itu, untuk mengetahui secara pasti jumlah dana yang sudah dikembalikan, diperlukan perhitungan ulang melalui audit investigasi oleh BPKB dengan syarat sesuai dengan UU NO.15 Tahun 2006.
Disamping itu, JI juga menuding Askrindo melakukan kesalahan karena tidak memperhitungkan dana investasi yang dikembalikan langsung oleh Reliance Asset Management sebesar Rp 10,9 miliar, Harvestindo Asset Management sebesar Rp 24,5 miliar dan Natpac Asset Management sebesar Rp 12 miliar. Harusnya pembayaran dana investasi yang telah dikembalikan tiga nasabah Askrindo tersebut diperhitungkan sebagai pengembalian dana investasi oleh JI. Pasalnya dana investasi yang ditempatkan oleh ketiga perusahaan itu merupakan bagian dari dana investasi yang ditempatkan Askrindo pada JI.
Karena itu, JI mengklaim hampir seluruh dana investasi yang ditempatkan Askrindo pada JI sudah dikembalikan pada Askrindo atau untuk pembayaran L/C yang gagal bayar di Bank Penerbit L/C. Berdasakan itu juga, Askrindo terbukti dengan sengaja melakukan kesalahan perhitungan keselurhan dana investasi yang ditempatnnya pada JI yang menyebabkan penambahan nilai investasi dari seharusnya.
Karena itu, JI meminta majelis hakim memerintahkan Askrindo melakukan audit investigatif ulang terhadap jumlah dana investasi yang ditempatnnya pada JI, jumlah dana yang disalurkan pada para pengguna dana JI, jumlah dana investasi yang dikembalikan JI kepada Askrindo dan jumlah dana yang telah dikembalikan para pengguna dana kepada Askrindo serta jumlah investasi yang belum dikembalikan JI kepada Askrindo. Selain itu, JI juga meminta majelis hakim menyatakan Askrindo dan para nasabahnya terbukti melakukan PMH dan menyatakan sah secara hukum seluruh kotrak pengelolaan dana antara JI dan Askrindo.
Kuasa hukum Askrindo Dany Arlan mengatakan pihaknya masih berharap kasus ini bisa diselesaikan di tingkat mediasi. "Ini juga kasus lama dan tim juga masih mempelajarinya, jadi kita belum bisa berkomentar banyak," ujarnya kepada KONTAN, Minggu (23/2). Sengketa ini baru memasuki sidang perdana pada pekan lalu di PN Jakarta Pusat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News