kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

PBNU tolak kenaikan cukai rokok 23% tahun depan


Selasa, 17 September 2019 / 15:24 WIB
PBNU tolak kenaikan cukai rokok 23% tahun depan
ILUSTRASI. Cukai rokok naik 23% tahun depan


Reporter: Grace Olivia | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menentang rencana pemerintah menaikkan tarif cukai rokok menjadi 23% dan harga jual eceran (HJE) sebesar 35% mulai tahun depan.

Wakil Ketua Umum PBNU Mochammad Maksum Mahfoedz meminta pemerintah mempertimbangkan keputusan tersebut, mengingat dampak negatif bagi petani tembakau dan juga buruh pabrik tembakau.

“Jika ada pihak-pihak yang terdzalimi akibat kenaikan cukai tembakau, maka mereka tidak lain adalah petani dan buruh tani yang notabene masyarakat kecil, khususnya Nahdliyin, dan bukan perusahaan.  Para petani dan buruh tani adalah korban kedzaliman,” kata Maksum dalam keterangan resmi, Selasa (17/9).

Baca Juga: Cukai rokok naik, Sri Mulyani yakin inflasi tetap sesuai target tahun depan

Menurut PBNU, pemerintah banyak membuat regulasi tentang rokok, mulai Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, sampai Peraturan Daerah. Regulasi-regulasi tersebut, dinilai Maksum, arahnya mendiskriminasi keberadaan industri hasil tembakau (IHT).

“Pada intinya, peraturan dari hulu sampai hilir tidak ada yang memihak petani. Produksi pasti akan sangat mahal, para petani menghadapi pasar monopsoni, dan semua tunjangan tidak pernah menyentuh petani tembakau,” katanya.

PBNU juga menyoroti rencana pemerintah menerapkan kebijakan simplifikasi (penyederhanaan) tarif cukai hasil tembakau. Maksum mewanti-wanti agar pemerintah bijak dan adil terkait kebijakan penggabungan batasan produksi dan penyederhanaan tarif cukai tembakau.

Diharapkan pemerintah mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak terkait potensi dampak bila peraturan tersebut diberlakukan.

Baca Juga: Tarif cukai dinaikkan, Bea Cukai optimistis redam peredaran rokok ilegal

“PBNU menolak rencana penggabungan dan penyederhanaan cukai karena akan berdampak luas kepada berbagai pihak, termasuk dalam kelompok pekerja pabrik, petani tembakau, buruh yang berjumlah 6,2 juta orang, serta konsumen tembakau itu sendiri yang adalah Nahdliyin,” tegasnya.

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian, Supriadi berpandangan, persoalan industri rokok justru akan muncul apabila cukai dinaikkan, yaitu berkurangnya pendapatan negara.

“Golongan industri rokok kecil yang akan kesulitan menyesuaikan, akibatnya terjadi pengurangan tenaga kerja. Apabila industri terus menurun, nanti dampaknya juga akan ke petani,” katanya seperti dikutip dalam keterangan yang sama.

Baca Juga: Ini tiga kerugian akibat kenaikan cukai rokok 23% menurut KNPK

Supriadi menilai, tembakau tidak pernah mendapatkan fasilitas pengembangan dari pemerintah. Padahal fasilitas pengembangan tembakau dari pemerintah berpotensi meningkatkan pendapatan petani, dan secara tidak langsung akan meningkatkan pendapatan negara.

Pasalnya, ia menilai, industri rokok menjadi andalan dan tidak ada yang dapat menggantikan industri rokok dalam hal penerimaan cukai, penyerapan tenaga kerja, dan lain sebagainya. Sebab, industri hasil tembakau adalah industri berbasis lokal.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×