Reporter: Agus Triyono | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Indonesia, negara agraris mirip lagu kenangan. Pasalnya, kemandirian pangan bangsa ini mulai hilang. Tiap tahun belakangan, Indonesia hanya bisa mencukupi kebutuhan pangan dengan cara mengimpor.
Ini merupakan dampak kebijakan di dua periode terakhir pemerintahan yang memilih memprioritaskan ketahanan pangan. Namun, kemampuan produksi pangan tak diperhatikan di tengah kenaikan tingkat konsumsi masyarakat.
Partai Bulan Bintang (PBB) melihat, kondisi ini sebagai sebuah tragedi. Karena itu, jika berhasil memenangi Pemilu 2014 nanti, partai yang didirikan Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Sekretaris Negara tersebut akan memfokuskan program untuk membenahi sektor pertanian ini.
Malam Sabat Kaban, Ketua Umum PBB, bilang bahwa salah satu kebijakan penting yang akan dilakukan partainya antara lain:
Pertama, membenahi infrastruktur pertanian. PBB menganggap hal ini penting, karena selama hampir 40 tahun belakangan ini infrastruktur pertanian Indonesia memprihatinkan. "Misal irigasi yang buruk di persawahan," paparnya.
PBB menuding, perhatian pemerintahan di sektor pertanian terbilang rendah. Akibatnya, program pangan swasembada pangan tahun 2014 ini terancam gagal.
Lihat saja, dari porsi anggaran untuk Kementerian Pertanian terhadap total belanja K/L mengalami penurunan dari 2,8% dalam tahun 2008 menjadi sebesar 2,6 % dalam APBN tahun 2013. Padahal, penyerapan anggaran belanja Kemtan dalam periode itu naik, yaitu dari 86,7 % terhadap bujet pertanian di APBN tahun 2008, menjadi 106,7 % terhadap pagunya dalam APBN-P Tahun 2012.
Kedua, memberikan subsidi benih dan pupuk bagi petani. " Dua hal ini menjadi ongkos terbesar yang dikeluarkan petani," kata Kaban.
Di APBN 2014, subsidi pupuk sebesar Rp 21,05 triliun. Lebih tinggi subsidi pupuk 2013 sebesar Rp 17,93 triliun. Selanjutnya, subsidi benih sebesar Rp 1,56 triliun hampir sama subsidi benih 2013 sebesar 1,45 triliun.
Ketiga, menggenjot produktivitas petani di Indonesia. Upaya tersebut, akan dilakukan dengan memfasilitasi semua penelitian yang dilakukan oleh baik petani dan ahli pertanian guna mendapatkan benih unggul.
Keempat, melakukan diversifikasi pangan. Kaban mengatakan, Indonesia punya banyak lahan subur. Karena itulah, dengan memanfaatkan bentangan alam yang potensial tersebut, PBB ingin mengembangkan bahan pangan lain selain padi. "Seperti sagu, singkong juga akan kami kembangkan," katanya.
Sekretaris Jenderal PBB, BM Widodo, mengatakan bahwa upaya lain yang akan dilakukan PBB untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan cara menjaga agar harga jual produk pertanian tidak melorot saat datang panen raya. PBB akan berupaya membuat kebijakan pemerintah membeli produk petani agar tidak berada di bawah ongkos produksi mereka.
Jika melihat sekilas program yang dijanjikan oleh PBB memang ideal dan sangat populis. Namun, untuk melaksanakan program, PBB harus kerja keras mendapatkan dukungan rakyat agar lolos ke parlemen.
Tak menyentuh pokok masalah petani Meski janji Partai Bulan Bintang (PBB) namun, kebanyakan adalah lagu lama yang belum tentu cocok dengan generasi saat ini. Lima program pertanian PBB masih kabur, belum konkrit untuk mendukung pembangunan pangan. Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai, program yang ditawarkan PBB belum menyentuh akar permasalah yakni pertanahan. Ia berpendapat PBB seharusnya menawarkan pelaksanaan reformasi agraria. Tujuan reformasi agraria agar bisa meningkatkan akses kepemilikan tanah ke petani. "Sejauh ini yang kurang akses tanah untuk perkebunan," katanya. Alhasil, persoalan ketahanan pangan tidak pernah terselesaikan secara tuntas. Petani lokal tidak mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri karena keterbatasan lahan tersebut. Selanjutnya, untuk meningkatkan kesejahteraan petani adalah melindungi pasar dalam negeri dari serbuan produk pertanian impor. Henry menuding , selama ini pemerintah terlalu bebas membuka keran impor untuk produk pertanian. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah telah merugikan petani dalam negeri. Karena, biasanya produk pertanian impor tersebut dikemas secara lebih menarik dibanding dengan produk pertanian dalam negeri. Selain itu dari sisi harga, produk pertanian impor juga biasanya lebih murah karena diproduksi secara massal dan memakai teknologi. Ekonom UI Lana Soelistianingsih berpendapat PBB seharusnya bisa membuat program yang lebih konkrit untuk perlindungan harga produk pertanian saat musim panen raya tiba. Salah satunya dengan meniru cara Thailand yang berani membeli beras petani 15% lebih mahal dari harga internasional. "Itu akan membuat petani makmur sehingga mereka akan enggan untuk menjual tanah pertaniannya dan beralih ke profesi lain, tidak seperti sekarang," katanya. |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News