kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

PPP: Janjikan kesejahteraan bagi petani


Kamis, 27 Februari 2014 / 13:17 WIB
PPP: Janjikan kesejahteraan bagi petani
ILUSTRASI. Berikut rekomendasi teknikal tiga saham pilihan analis untuk perdagangan, Selasa (11/10). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Tri Adi

JAKARTA. Partai Persatuan Pembangunan (PPP) berjanji, jika menang akan mengembangkan sektor pertanian khususnya pangan. Sektor ini menjadi basis penting yang harus mendapatkan dukungan agar mencapai swasembada pangan.

PPP melihat sekarang ini sektor pertanian Indonesia belum berdaulat. Meskipun Indonesia sudah termasuk negara yang tahan pangan, tapi ketahanan suplai pangan ini dipenuhi oleh produk pertanian pangan hasil impor.

Ketua Dewan Perwakilan Pusat (DPP) PPP Bidang Ekonomi Aunur Rofiq melihat kebutuhan pangan terbesar di Indonesia adalah beras. Sebanyak 90% penduduk Indonesia mengonsumsi beras. Adapun setiap tahun kebutuhan beras Indonesia mencapai 33,5 juta ton atau setara 70 juta ton gabah kering panen.

Karena itu PPP akan fokus meningkatkan produksi padi untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Hal ini tak lepas dari peran petani. Petani harus didukung kinerjanya agar bisa mencukupi kebutuhan masyarakat dan menjadi sejahtera. "Saat ini petani Indonesia masuk kategori miskin," ujarnya.

Adapun jumlah petani bahan pangan saat ini mencapai 13 juta petani. Mayoritas di antara mereka merupakan penduduk miskin. Partai nomor urut sembilan di pemilihan umum (pemilu) 2014 ini berjanji kalau mendapat dukungan dari rakyat akan memperjuangkan kenaikan harga gabah pembelian pemerintah (HPP) yang ideal.

Misalnya menetapkan HPP Rp 5.000 per kilogram (kg). Mengacu pada Inpres No. 3 Tahun 2012, HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani cuma Rp 3.300 per kg, GKP di tingkat penggilingan Rp 3.350 dan gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan sebesar Rp 4.150 per kg.

Dengan menaikkan HPP, PPP berharap bisa mengerek kesejahteraan petani. Dalam hitungan Aunur, kebijakan ini akan membuat penghasilan petani meningkat. Dalam hitungan dia, jika HPP hanya Rp 3.500 per kg pendapatan petani hanya sekitar Rp 1,1 juta per bulan. Sedangkan kalau dibeli dengan Rp 5.000 per kg akan mendapatkan penghasilan memadai yaitu sekitar Rp 3,7 juta per bulan.

Penghasilan itu jelas di atas upah minimum buruh, dan petani jadi sejahtera. Kalau pendapatan petani sudah mencapai level Rp 3,7 juta maka otomatis masuk dalam pendapatan kena pajak (PKP). "Akan memberikan penerimaan pajak baru," tutur Rofiq.

Setelah itu, PPP akan berupaya membuat program untuk meningkatkan produksi pangan. Tujuannya, menurut politisi PPP Ahmad Yani, agar petani memiliki nilai tambah.

Selain itu pemerintah harus meningkatkan kualitas produk pangan Indonesia. Misalnya dengan penelitian untuk mendapatkan bibit unggul. Jika upaya menaikkan nilai tambah ini tercapai, maka produk pangan petani Indonesia bisa bersaing dengan produk impor.

Untuk itu, ke depan pemerintah harus berpihak kepada petani. PPP janji mengalokasikan dana subsidi yang lebih besar kepada para petani. "Hidupkan lagi kredit bagi petani agar produksi dalam negeri lebih banyak meningkat," ujarnya.

Pusat-pusat pertanian baru pun harus dibuat agar sektor pertanian Indonesia bisa lebih besar lagi. Bagaimana keseriusan PPP merealisasikan janjinya? Lihat saja.            


Produktivitas pangan jauh lebih penting

Ide untuk meningkatkan kesejahteraan petani  adalah pemikiran baik. Tapi yang perlu dilakukan saat ini adalah rencana aksi sekaligus eksekusi kebijakan.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Indria Samego mengingatkan, Indonesia adalah negara berbasis agraris dengan lahan pertanian yang luas. Seharusnya negara ini bisa memenuhi kebutuhan pangan dari dalam negeri. Kenyataanya pemerintah saat ini pilih impor.

Kebijakan impor ini tentu merepotkan. Karena di tengah era pasar bebas, Indonesia tidak bisa lagi secara sepihak menentukan produk mana yang akan diimpor apalagi menentukan harganya. Akibatnya pelbagai jenis barang impor pun leluasa masuk dan menghantam produk dalam negeri.

Lantaran itu kebijakan pertanian pun tidak cukup menggunakan pendekatan konvensional. Produk pangan Indonesia harus mempunyai nilai tambah. Nilai tambah ini jadi peluang bagi Indonesia untuk bersaing dengan produk luar negeri.

Di sisi lain, pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati berpendapat, masalah pertanian di Indonesia bersumber dari tidak adanya keberpihakan pemerintah pada petani. Selama ini isu pertanian hanya jadi basis untuk mencari dukungan.

Seharusnya pemerintah berupaya meningkatkan produktivitas petani. Tidak hanya mengurusi harga pembelian padi. Pemerintah perlu menyediakan sarana penunjang produksi pertanian, seperti irigasi, memberikan peralatan dengan teknologi baru yang memadai. "Sehingga petani bisa menutup biaya produksinya," ujarnya.

Saat ini, produktivitas padi per hektare hanya 5 ton–6 ton. Padahal bila memakai teknologi baru produktivitas per hektare bisa digenjot jadi 10 ton–12 ton per ha.

Program ini lebih bermanfaat ketimbang mengguyurkan duit. Jika produktivitas naik, kesejahteraan ikut.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×