kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Parlemen semu masalah klasik presiden baru


Rabu, 16 April 2014 / 14:04 WIB
Parlemen semu masalah klasik presiden baru
ILUSTRASI. Beda Arah, Harga Saham BUMI dan GOTO di Perdagangan Bursa Rabu (23/11). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/foc.


Reporter: Gloria Fransisca | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Eep Saefulloh Fattah berujar, Pemilu Legislatif (Pileg) yang baru dilalui sepekan ini perlu diapresiasi (16/4).

Menurut Eep, paska Pileg, perlu dievaluasi kembali masalah klasik yang otomatis akan dihadapi oleh Presiden adalah kondisi parlemen semu yang cukup menyulitkan.

Kondisi parlemen semu ini sesungguhnya bisa dilihat dari potensi kecurangan yang terjadi. Hal ini, dimana ada sisi positif yang berkembang, namun juga ada sisi negatif yang berjalan.

"Misalnya, dari segi monitoring, saya menilai Pemilu 2014 jauh lebih baik sistemnya. Tetapi, dari segi logistik belum memadai, dan harus diurus," ujarnya.

Sembari menunggu rekapitulasi, Eep juga percaya bahwa pihak penyelenggara tentu sudah mengumpulkan dan akan segera memproses pelanggaran yang sudah ditemukan.

Kondisi simpang siur dalam penentuan capres dan cawapres serta riuhnya isu koalisi bagi Eep sangat lumrah di Indonesia. Namun, berlakunya sistem multipartai dan pemerintahan presidensial membuat sistem presidensial kita mulai tak murni.

"Presiden akan tersulitkan, karena koalisi tidak bisa dihindarkan," ujarnya.

Inilah yang dinilai oleh Eep seringkali membuat pemilihan presiden tidak bisa dilepaskan dari kekuatan parlemen. Hal ini seringkali disebut dengan istilah parlemen semu, dimana ketika presiden terpilih, dia tidak bisa mengindahkan diri dari kekuatan parlemen. Sebab, ada hak, kewenangan, dan otoritas yang harus dibagi.

"Kita berbeda dari Amerika Serikat (AS) yang presidensial dengan dua partai saja. Akibatnya, kondisi iklim pemilihan presiden di AS bisa terlepas kaitannya dari campur tangan partai," ujar Eep.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×