kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Golkar tidak akan jadi poros kekuasaan 2014


Rabu, 16 April 2014 / 09:05 WIB
Golkar tidak akan jadi poros kekuasaan 2014
ILUSTRASI. Kenali Aturan Diet Sirtfood Agar Hasilnya Lebih Maksimal


Reporter: Gloria Fransisca | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Peta koalisi partai-partai menuju Pilpres 2014 makin ramai tapi masih belum menemukan bentuk yang pasti. Tapi di antara semua partai-partai itu, pengamat politik Charta Politika, Yunarto Wijaya melihat adanya penyakit unik yang dimiliki Partai Golongan Karya (Golkar) dan tidak dimiliki oleh partai lainnya.

Meski Partai Golkar masih nekat mencapreskan Aburizal Bakrie yang dinilai kurang diminati rakyat, ternyata tidak lantas mempengaruhi kuota kursi legislatif partai berlambang beringin ini. Golkar masih berhasil menjadi juara dua dalam perolehan suara Pileg kemarin.

"Menurut saya, penyakit yang secara klasik dialami partai Golkar bahwa mereka selalu bisa bertahan di Pileg meskipun partai mereka didera permasalahan. Seperti Akbar Tandjung dulu dijadikan tersangka, namun mereka selalu stabil dalam kancah legislatif,” terang Yunarto. Tapi begitu memasuki Pilpres, Golkar selalu gagal dalam upaya konsolidasi. Karena partai ini tidak memiliki sosok atau tokoh yang kuat. “Mungkin ini adalah dampak karena partai ini pun didirikan oleh banyak tokoh," ujar Yunarto.

Pengamat Politik Universitas Parahyangan ini menyatakan banyaknya nama besar di balik sejarah Golkar turut menyuburkan diversifikasi peta kekuatan dalam partai itu sendiri. Kedua, Yunarto menilai kader-kader Partai Golkar cenderung pragmatis karena mereka terbiasa dalam kurun puluhan tahun berada dalam kekuasaan. 

"Sehingga sulit bagi mereka untuk lari dari kekuasaan, hal ini membuat kader Partai Golkar dari level simpatisan sampai dengan level atas atau pimpinan partai, ketika akan bertarung dalam Pilpres berkecenderungan menempel dengan calon yang diasumsikan besar kemungkinannya untuk menang," ujar Yunarto. Ini semakin memperkuat alasan pada tahun 2004 juga tahun 2009, banyak elit Partai Golkar yang merapat ke SBY karena pada masa itu sosok SBY sangat kuat diasumsikan akan menang. Hal inilah yang menyebabkan soliditas dan konsolidasi Partai Golkar selalu ditandai dengan perpecahan partai, baik di level bawah hingga di level atas. 

Pola yang dimainkan Partai Golkar adalah selalu ikut dalam perebutan kekuasaan, tetapi ketika kalah ia akan tetap menjadi bagian dari kekuasaan. Maka, ketika kemarin Jokowi melakukan pertemuan dengan Aburizal Bakrie dalam pembahasan tentang parlemen, Golkar dan PDIP berkomitmen untuk saling mendukung. "Hal ini mengindikasikan bahwa tidak mungkin Golkar akan ikut bernegosiasi untuk menjadi bagian dari kekuasaan, walaupun dia akan bertarung dalam perebutan kekuasaan," ujar Yunarto.

Terkait cawapres yang akan mendampingi Aburizal Bakrie dianggap Yunarto sebagai euforia unik, di mana pada masa ini sosok cawapres menjadi titik penentuan yang juga dinanti-nantikan banyak elemen masyarakat. Golkar dalam survei dimasukkan dalam posisi yang sedang tidak memiliki tawaran menarik berupa kemenangan bagi cawapres dan partai koalisi.

Meskipun demikian, mungkin tawaran bagi-bagi kekuasaan kepada partai-partai lain dari variabel lain. Hal ini akan lebih menarik jika Golkar memiliki keberanian melakukannya. Jadi dalam logika konstelasi politik, Golkar tidak akan menjadi poros konstelasi kekuasaan tahun 2014 ini. Golkar akan menempati posisi sekunder.

"Aburizal Bakrie tidak memiliki itu, maka akan cenderung suaranya stagnan. Dari segi elektabilitas pun Golkar tidak menjadi partai yang terbesar, hanya 15%. Hal ini menunjukkan kekuatan partai tidak lantas mampu menambali kelemahan Ical. Maka Golkar menjadi poros yang medioker di antara tiga poros yang muncul. Di mana Prabowo memiliki kekuatan elektabilitas, Jokowi juga memiliki kekuatan elektabilitas, sementara Aburizal Bakrie tidak, dan banyak partai-partai besar bersuara kecil di sekelilingnya. Ini yang menurut saya posisi sulit yang tengah dihadapi," tandas Yunarto.

Adanya sambutan-sambutan dari internal elite partai Golkar yang menyatakan siap menjadi cawapres dari kandidat lain, dipandang Yunarto sebagai salah satu bentuk permainan politik Partai Golkar dalam konstelasi kekuasaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×