Reporter: Kiki Safitri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kepatuhan pajak para calon legislatif dianggap penting sebagai bentuk akuntabilitas. Namun sejauh ini pendaftaran caleg tidak mengikutsertakan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
“Ide besarnya akuntabilitas. Caleg yang pro dengan akuntabilitas termasuk didalamnya anti korupsi dan taat pajak. Saya setuju untuk membuat ukuran bahwa para caleg harus berani membuka SPT-nya,” kata Eva Kusuma Sundari seorang anggota Komisi XI DPR RI, Kamis (13/9).
Eva menyabut bahwa sejauh ini tidak sedikit anggota DPR yang memiliki usaha lain atau double profesi. Hal inilah yang kemudian perlu didorong ketaatan pajaknya.
“Itu juga bagus untuk mengawal kode etik DPR bahwa tidak boleh ada double profesi. Argumen untuk mendorong aggota DPR untuk membuka SPTnya itu sudah ada kode etiknya. Tetapi kalau sistem pajak kita self assessment ya tergantung kerelaan hati masing-masing,” ungkapnya.
Namun Eva menilai bahwa sejauh ini sistem pajak yang berlaku di Indonesia adalah sukarela sehingga tidak ada tindakan tegas atas ketidakpatuhan tersebut. Hal ini juga berlaku bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak bisa memaksakan caleg untuk membuka SPT-nya kepada publik
“Karena sistem pajak kita tidak memaksa atau separuh terbuka, kita tidak bisa menghukum. Kalau nanti KPU memaksa bahwa caleg diharuskan membuka SPTnya itu melanggar undang-undang,” ungkapnya.
Terkait dengan ini, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jedral Pajak Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama memastikan bahwa pihaknya siap bila mana diminta memberikan pemahaman terkait dengan pajak kepada calon legislatif.
“Kami akan mengakomodir ini, jadi harus lapor 5 tahun terakhir itu aja dulu. Kami tentunya akan siap diminta parpol untuk memberikan pemahaman perpajakan terhadap calon legislatif. Kami berharap itu akan ada, baik di daerah maupun dipusat,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News