Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Iwan Ariawan menuturkan bahwa pelaksanaan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) berpengaruh dalam menekan laju penyebaran Covid-19.
"Jadi sebetulnya analisis kami dari PSBB lalu, itu manfaatnya banyak kalau secara risiko ini kita sudah menurunkan risiko penduduk Indonesia untuk terinfeksi Covid setengahnya. Apakah PSBB bermanfaat untuk pengalaman kita? Tentu bermanfaat untuk kendalikan epidemi ini," jelas Iwan dalam Diskusi Virtual pada Minggu (20/9).
Iwan mengambil contoh pada PSBB yang dilaksanakan DKI Jakarta pada jilid 1 lalu, pada April hingga Mei terdapat kurva yang melandai dari kasus terinfeksi Covid-19.
Namun saat PSBB dilonggarkan pada bulan Juni lalu diikuti pergerakan masyarakat mulai meningkat maka sejalan dengan itu laju pertambahan kasus baru.
Baca Juga: Permintaan ponsel tetap ada di tengah PSBB, ERAA optimistis bisa dorong penjualan
"Ini jadi pertanyaan apakah PSBB terus? kalau PSBB terus ekonomi hancur. Kita lihat kalau kita analisis lebih teliti, kita lihat saat di rumah saja 60% kasus covid di Jakarta segitu aja stabil, tapi begitu lebih dari setengah orang keluar rumah itu kasus meningkat, jadi kita lihat semakin banyak penduduk bergerak ini kasus makin banyak," ungkapnya.
Melihat dari analisis tersebut, maka Iwan menyebut perlu adanya pengganti ketika PSBB nantinya dilonggarkan kembali. Yang tentunya tetap dapat menekan laju penyebaran virus corona tersebut.
Kemudian yang jadi pertanyaan apakah yang tepat menggantikan PSBB. Iwan menekankan bahwa pelaksanaan protokol kesehatan dengan displin seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak atau yang disebut 3M jadi kunci jika PSBB dilonggarkan.
Adapun selain pelaksanaan 3M, ada satu lagi yang penting dilakukan saat PSBB dilonggarkan namun tetap menekan laju penyebaran Covid-19, yaitu TLI atau Tes, Lacak dan Isolasi
"Saat terkendali dan kita mau longgarkan kita harus ada penggantinya apala itu? Kita tahu semua protokol kesehatan perilaku pencegahan 3M memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak satu lagi yang sering kelupaan tes lacak isolasi (TLI)," ungkapnya.
Baca Juga: Ada PSBB Jakarta, KRL hanya beroperasi sampai pukul 20.00 WIB
Melalui penerapan perilaku protokol kesehatan yaitu 3M disebut Iwan jadi upaya yang tepat dalam pencegahan penyebaran virus yang bermula dari Wuhan China tersebut.
Cuci tangan dengan sabun sendiri mampu menurunkan risiko penularan Covid-19 sebesar 35%. Kemudian pemakaian masker kain yang sesuai dengan standar juga mampu menurunkan risiko penularan setengahnya. Pun juga dengan jaga jarak yang tentunya akan jauh lebih tinggi menurunkan risiko penularan.
Namun hal itu akan efektif jika pelaksanaan protokol kesehatan dapat dilakukan oleh semua masyarakat dengan disiplin.
"Cuma pakai masker paling mudah, tapi hanya berhasil kalau banyak yang pakai juga. Dari perhitungan matematik atau epidemiologi kalau mau hentikan penularan antar orang, itu 75% orang harus pakai masker maka epidemi terkendali. Nah kalau epidemi mau tetap terkendali ya 85% orang harus pakai masker," tegas Iwan.
Adapun mengenai TLI, selama ini tracing atau pelacakan interaksi dari pasien Covid-19 dilakukan saat pasien dinyatakan positif atau usai adanya hasil PCR tes. Padahal Iwan menyebut hal itu bisa sangat sulit jika pasien sendiri sempat menggunakan transportasi umum sebelumnya.
Baca Juga: PSBB Jakarta diperketat, operasional KA Bandara Soekarno-Hatta dikurangi
Maka ia menyarankan agar tracing bisa diambil solusi dilakukan saat pasien masih berstatus suspect, agar tracing dapat lebih awal. Atau cara lain TLI ialah dengan mempercepat hasil dari PCR tes.
"Pedoman Kemenkes itu kontak tracing saat orang itu terkonfirmasi covid. Tapi kita tahu lab PCR hasil kan 3-7 hari, nah kalau dimulai saat orang terkonfirmasi orang suspect sudah gerak kemana-mana terlambat. Maka pilihannya ialah PCR harus cepat atau kontak tracing dimulai dari suspect," jelasnya.
Kemudian Iwan menggaris bawahi bahwa terkait PCR tes, yang terpenting ialah bukan hanya jumlahnya namun tepat sasaran.
"Penelitian di Amerika Serikat kalo tes banyak tapi random dampaknya kecil, tes yang banyak itu berguna kalau kontak erat misal, orang di rumahnya, temennya dan lainnya. Tapi kalau kita pakai kontak erat bisa turunkan kecepatan transmisi separuhnya. Bukan hanya jumlah tapi siapa yang di tes," kata Iwan.
Selanjutnya: 5 cara meningkatkan imun tubuh saat pandemi virus corona
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News