Reporter: Adinda Ade Mustami, Herlina KD | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Panitia Kerja (Panja) Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama pemerintah telah menyepakati target penerimaan perpajakan non-migas. Hasil kesepakatan pembahasan Rancangan Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBNP) 2015 sebesar Rp 1.439,72 triliun.
Target ini naik Rp 6,15 triliun dari usulan yang diajukan pemerintah dalam RAPBNP 2015 sebesar Rp 1.433,57 triliun. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Ahmadi Noor Supit mengatakan Panja Banggar DPR akhirnya menyepakati usulan tambahan penerimaan pajak non migas yang diajukan pemerintah. "Kenaikan ini sifatnya mengikat untuk dijalankan oleh pemerintah," kata Ahmadi.
Sumber tambahan penerimaan pajak non-migas ini salah satunya dari peningkatan penerimaan cukai sebesar Rp 4 triliun. Target penerimaan cukai RAPBNP 2015 naik dari sebelumnya Rp 141,37 triliun menjadi Rp 145,79 triliun.
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Agung Kuswandono menuturkan, tambahan target penerimaan cukai ini akan diperoleh dari kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang telah berlaku per 1 Januari 2015 dengan kenaikan tarif rata-rata 8,72%.
Maklum, selama ini sebagian besar penerimaan cukai disokong oleh penerimaan cukai hasil tembakau. Kenaikan target penerimaan cukai ini juga bisa tercapai karena volume produksi rokok tahun ini diperkirakan naik dari 353 miliar batang pada tahun lalu menjadi sekitar 361 miliar batang hingga 363 miliar batang di tahun ini.
Andalkan kenaikan tarif Kenaikan penerimaan cukai ini juga akan diperoleh dari adanya pergeseran konsumsi dari rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) ke rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM). Maklum, tarif cukai untuk rokok jenis SKM lebih tinggi dari SKT. "Kami sudah konsultasi dengan Menteri Keuangan, target penerimaan cukai ditambah Rp 4 triliun menjadi Rp 145,79 triliun," ujar Agung, Kamis (29/1).
Selain cukai, kenaikan target penerimaan pajak non migas ini juga berasal dari naiknya target penerimaan bea masuk dari Rp 35,15 triliun menjadi Rp 37,02 triliun. Namun kenaikan target penerimaan bea masuk ini bertolak belakang dengan kondisi ekonomi saat ini.
Prediksi pelemahan pertumbuhan ekonomi bakal berdampak pada penurunan laju impor. Dalam RAPBNP 2015 saja, pemerintah dan DPR menyepakati pertumbuhan ekonomi 5,7% atau lebih rendah dibandingkan usulan pemerintah yang sebesar 5,8%. Ditambah lagi, kini Indonesia sudah mengikuti tujuh skema perdagangan bebas yang berlaku dan melibatkan 16 negara.
Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia Lana Soelistyaningsih bilang, selain pelemahan ekonomi, target penerimaan bea masuk agak sulit tercapai lantaran berlakunya kerjasama perdagangan bebas ASEAN mulai tahun ini. Untuk menyiasatinya, "Pemerintah bisa menetapkan tarif bea masuk yang tinggi untuk barang-barang mewah yang berasal dari luar kawasan ASEAN," kata Lana
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News