kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pajak digital dan pajak minimum perusahaan multinasional bisa diterapkan tahun 2023


Senin, 11 Oktober 2021 / 15:19 WIB
Pajak digital dan pajak minimum perusahaan multinasional bisa diterapkan tahun 2023
ILUSTRASI. Pajak digital dan pajak minimum perusahaan multinasional bisa diterapkan tahun 2023 mendatang.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) telah membuat kesepekatan terkait proposal Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS), Jumat (8/10). Ini membuka jalan pemerintah Indonesia untuk turut mengoptimalkan pajak digital dan pajak minimum perusahaan multinasional.

Laporan resmi OECD menyebutkan, sebanyak 136 negara/yurisdiksi yang telah menyepakati aturan perpajakan internasional tersebut akan menandatangai kesepakatan multilateral paling lambat pertengahan tahun 2022, agar dapat diimplementasikan pada tahun 2023.

Dalam Inclusive Framework on BEPS terdapat dua pilar yang disepakati. Pilar 1,  unified approach yang bertujuan memungut pajak perusahaan multinasional dengan tidak mempertimbangkan kehadiran fisik. Selama telah mengambil manfaat ekonomi dari yurisdiksi/negara terkait, maka tetap harus bayar pajak.

Aturan tersebut menyasar pada perusahaan digital. Misalnya, Netflix yang merupakan platform layanan streaming film tidak memiliki kantor di Indonesia, tapi banyak pelanggannya yang berasal dari Indonesia.

Baca Juga: Menimbang untung-rugi tarif pajak minimum 15% untuk perusahaan multinasional

Adapun hasil kesepakatan Pilar 1 yakni akan merealokasikan 25% residual profit perusahaan tekait akan dialokasikan kembali ke negara pasar. Ini berlaku bagi perusahaan multinasional dengan pengjualan global di atas EUR 20 miliar dan profitabilitasnya lebih dari 10%.

Pilar 1 juga telah menyepakati penghapusan digital services tax (DST) atas negara-negara yang lebih dulu menerapkan pungutan pajak digital per 8 Oktober 2021 sampai dengan 31 Desember 2023.

Pungutan pajak berbasis omzet ini sebelumnya telah diterapkan oleh India, Italia, Austria, Turki, Inggris, dan Spanyol. Dus, negara-negara tersebut akan mengikuti ketentuan Pilar 1 pada 2023.

Selanjutnya, Pliar 2, Global Anti Base Erosion (GloBE) yang bertujuan untuk menghentikan upaya penghindaran pajak perusahaan multinasional yang umumnya dilakukan karena perbedaan tarif pajak korporasi antar negara. Dalam praktiknya, perusahaan terkait biasanya mengalihkan laba yang didapat ke negara yang punya tarif pajak rendah.

Alhasil, OECD bermufakat tarif global minimum tax yang berlaku sebsar 15%. Tarif ini berlaku untuk perusahaan dengan pendapatan di atas 750 juta euro. Namun Kenya, Nigeria, Pakistan, dan Sri Langka belum bergabung dalam kesepakatan Pilar 1.

“Perjanjian ini akan membuat pengaturaan pajak internasional lebih adil dan bekerja baik. Ini adalah kemenangan besar bagi multilateralisme yang efektif dan seimbang,” kata Sekertaris Jenderal OECD Mathias Cormann, Sabtu (9/10).

Hitungan OECD, melalui Pilar 1 dan Pilar 2 setidaknya akan mengalokasikan lebih dari US$ 125 miliar profit dari sekitar 100 perusahaan multinasional ke negara-negara di seluruh dunia. Hal ini memastikan perusahaan-perusahaan membayar bagian pajak yang adil baik di negara/yurisdiksi tempat beroperasi maupun menghasilkan keuntungan.

Selanjutnya: Ini alasan pemerintah batal turunkan tarif PPh Badan pada tahun depan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×