Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri (ULN) Indonesia pada November 2018 mengalami kenaikan sebesar 7% secara tahunan (YoY) menjadi US$ 372,9 miliar. Kenaikan ULN tersebut disumbang dari sektor pemerintah dan swasta.
Berdasarkan publikasi Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (SULNI) yang dirilis BI merinci, utang luar negeri pemerintah dan bank sentral tercatat sebesar US$ 183,5 miliar. Sebanyak US$ 180,5 miliar diantaranya merupakan ULN pemerintah, yang tercatat meningkat 4,4% yoy.
Laju pertumbuhan ULN pemerintah tersebut juga tercatat lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 3,3% yoy. BI menyatakan, peningkatan tersebut terutama dipengaruhi oleh arus masuk dana investor asing di pasar SBN domestik selama November 2018.
Di sisi lain, ULN swasta juga ikut mengalami peningkatan menjadi sebesar US$ 189,3 miliar atau tumbuh 10,1% yoy. Laju peningkatan ULN Swasta di bulan November meningkat dibandingkan bulan lalu yang hanya 7,7% yoy.
Peningkatan tersebut didorong oleh neto pembelian surat utang korporasi oleh investor asing.
Menurut BI, ULN swasta tersebut sebagian besar dimiliki oleh sektor jasa keuangan dan asuransi, sektor industri pengolahan, sektor pengadaan listrik, gas, uap dan air panas (LGA), serta sektor pertambangan dan penggalian.
"Pangsa ULN di keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 73,9%, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa pada bulan sebelumnya yaitu 72,9%," terang BI.
Adapun, rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir November 2018 tercatat masih stabil di sekitar 34%. BI menilai, rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers.
Secara struktur, ULN Indonesia hingga Oktober 2018 tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 84,8% dari keseluruhan ULN.
"Bank Indonesia dan pemerintah terus berkoordinasi untuk memantau perkembangan ULN dan mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," ujar BI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News