kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Outlook Bank Dunia tahun 2020: Konsumsi lebih lambat


Rabu, 11 Desember 2019 / 17:11 WIB
Outlook Bank Dunia tahun 2020: Konsumsi lebih lambat
ILUSTRASI. Lead Country Economist untuk Indonesia Frederico Gil Sander


Reporter: Grace Olivia | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam laporan terbarunya, Indonesia Economic Quarterly (IEQ) edisi Desember 2019, Bank Dunia memproyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5,1% pada tahun 2020. 

Lead Economist Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander menjelaskan, pertumbuhan konsumsi domestik masih akan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi tahun depan. Namun, ia memandang bahwa pertumbuhan konsumsi, baik rumah tangga maupun pemerintah, akan cenderung melambat dibandingkan tahun 2019. 

Baca Juga: Bukalapak ikuti suksesi Alphabet dan Alibaba

Dalam laporannya, Bank Dunia memproyeksi konsumsi rumah tangga tumbuh pada level 5,1%, melambat dari proyeksi pertumbuhan konsumsi swasta tahun ini yang mencapai 5,2%. Frederico mengatakan, penyebabnya ialah tingkat inflasi yang diprediksi lebih tinggi di tahun depan yaitu sekitar 3,5%.

“Harga makanan diperkirakan tetap stabil seiring dengan berakhirnya dampak El Nino. Namun, akan ada penyesuaian harga yang diatur pemerintah (administered prices) yang memengaruhi kenaikan inflasi di tahun depan,” tutur Frederico, Rabu (11/12). 

Beberapa penyesuaian yang berdampak pada inflasi, menurutnya, ialah kebijakan pemerintah mencabut subsidi listrik dari golongan rumah tangga 900 VA , menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan, serta menaikkan tarif cukai dan harga jual eceran rokok mulai tahun.

Baca Juga: Di debut perdana, harga saham Saudi Aramco melonjak 10%

Selain itu,  belanja partai politik juga akan jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2019 di mana Pemilu berlangsung sehingga menahan laju pertumbuhan konsumsi secara keseluruhan.

Dari sisi pemerintah, konsumsi juga diprediksi akan cenderung konservatif di tengah prospek penerimaan pajak maupun PNBP yang rendah di tengah masih lesunya harga komoditas.

Bank Dunia meramal pertumbuhan konsumsi pemerintah tahun depan sebesar 3,7%, meningkat dari proyeksi pertumbuhan konsumsi pemerintah tahun ini 3,5% tetapi lebih rendah dari proyeksi Bank Dunia sebelumnya yang mencapai 5,3%. 

Baca Juga: Nur Hasan terpilih jadi Ketua Umum Asosiasi DPLK periode 2019-2023

Sementara, sumber pertumbuhan dari net ekspor belum dapat diandalkan mengingat ketegangan perdagangan global masih akan berlanjut hingga tahun depan. Baik pertumbuhan ekspor maupun impor barang dan jasa Indonesia diramal tetap tertekan, yaitu tumbuh masing-masing hanya 1,5% dan 0,5% di tahun 2020. 

Oleh karena itu, Frederico mengatakan, perbaikan pertumbuhan investasi menjadi salah satu kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil di tahun depan. Bank Dunia secara umum memandang, pertumbuhan investasi Indonesia akan meningkat ke level 5% di 2020.  

Proyeksi itu lebih baik dari proyeksi pertumbuhan investasi tahun ini yang hanya sebesar 4,5%, tetapi tetap lebih rendah dari capaian pertumbuhan investasi pada 2018 yang sebesar 6,7%. 

Baca Juga: Siapkan tenaga profesional di industri fintech, BRI Institute gandeng Investasikita

Frederico menilai, meningkatnya pertumbuhan investasi sejalan dengan perbaikan sentimen bisnis di dalam negeri yang didorong oleh wacana reformasi ekonomi oleh pemerintah.

Selain itu, ketidakpastian politik yang berkurang pasca pembentukan kabinet baru dan biaya pinjaman yang lebih murah di tengah tren suku bunga rendah juga menjadi tambahan katalis investasi di tahun depan. 

Meski begitu, Acting Country Director Bank Dunia untuk Indonesia  Rolande Simone Pryce mengingatkan bahwa risiko terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia masih tinggi di tengah gejolak perekonomian global dan perang dagang yang berkelanjutan ini. 

Baca Juga: Bank Dunia catat kerugian Indonesia akibat kebakaran hutan mencapai Rp 72,95 triliun

Risiko utama negara ekonomi berkembang seperti Indonesia ialah potensi arus keluar modal yang besar saat terjadi gejolak eksternal. 

“Dengan masih adanya perang dagang, perlambatan ekonomi China, Eropa, dan Amerika Serikat (AS), Indonesia rentan menghadapi risiko eksternal dan menyebabkan arus modal keluar,” tutur Rolande. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×